Menu

Percik Kata Nieke

Tampilkan postingan dengan label wisata. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label wisata. Tampilkan semua postingan

Rabu, 11 September 2024

Kisah Dua Soetomo, Pahlawan Nasional di Surabaya

Orang kerap keliru mengenali dua nama Soetomo yang namanya tercantum dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Yuk kita telusuri.

Dokter Soetomo (kiri) dan Bung Tomo (kanan).
Foto dari Wikipedia. Diolah dengan Canva.




Seandainya ada portal mesin waktu, ada seorang dokter--yang hidup di era kolonial Belanda--akan menangis kalau membaca berita soal perundungan atas dokter yang menempuh pendidikan tinggi, yang terjadi di masa kini. Apalagi yang menjadi pelaku adalah senior dan rekan sejawatnya sendiri.


Pada masa ia hidup, dokter ini justru berusaha meningkatkan derajat bangsa, mendirikan organisasi yang menjadi cikal bakal kebangkitan nasional. Ia berkarya tak hanya di rumah sakit tapi juga pendidikan. Dia adalah dokter Soetomo, pahlawan nasional. 

Para pelaku perundung yang juga diduga memeras dokter-dokter yang menempuh pendidikan tinggi ini, seharusnya malu. Dokter Soetomo berusaha membebaskan rakyat Indonesia dari penjajahan. Para perundung justru menginjak bangsanya sendiri dengan pemalakan, pelecehan verbal, dan perundungan.

Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono pernah menyatakan ada sekitar 300 kasus dugaan perundungan di lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran di sejumlah universitas di Indonesia. Temuan ratusan kasus itu diperoleh setelah menelisik dari sekitar 1.000 kasus yang pernah dilaporkan ke Kementerian Kesehatan. Dari 1.000 kasus itu, setelah melalui proses verifikasi, tidak semua masuk kategori perundungan. Hasilnya, sebanyak 300 kasus atau 30 persen yang diduga masuk kategori perundungan.

Seandainya benar-benar ada portal mesin waktu seperti dalam film-film multiverse. Apa yang akan dikatakan dokter Soetomo kalau mengetahui perundungan semacam ini terjadi di masa Indonesia telah merdeka?


Soetomo 'yang Tertukar'


Orang kerap keliru mengenali nama Soetomo yang namanya tercantum dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Entah orang keliru menganggap Soetomo yang dokter sebagai Bung Tomo yang berperan dalam peristiwa 10 November di Surabaya. Atau orang menganggap dokter Soetomo dan Bung Tomo adalah satu orang yang sama. Padahal keduanya adalah pribadi yang berbeda serta hidup di era yang berbeda.

Pertama-tama, mari berkunjung ke jejak dokter Soetomo (1888-1938) di Surabaya. Ia pernah bekerja di rumah sakit Centra Burgelijke  Ziekeningrichting (CBZ) atau dikenal sebagai Rumah Sakit Simpang Surabaya. Bangunan rumah sakit itu kini telah berubah menjadi sebuah mal (Plasa Surabaya). Sebagai dokter pemerintah masa itu, dokter Soetomo juga pernah bekerja di rumah sakit di Jawa dan Sumatera.

Makam dokter Soetomo berada di pusat kota Surabaya, di belakang Gedung Nasional Indonesia, Jalan Bubutan Surabaya. Ini adalah wasiatnya untuk dimakamkan di tempat itu. Sementara istri dokter Soetomo dimakamkan di komplek pemakaman Kembang Kuning Surabaya.

Makam dokter Soetomo di belakang Gedung Nasional Indonesia, Jl Bubutan Surabaya.
Foto pribadi @katanieke

Makam dokter Soetomo kerap diziarahi orang.
Foto pribadi @katanieke




Di komplek Gedung Nasional Indonesia itu pula terdapat museum dokter Soetomo. Sebuah bangunan seperti rumah yang terdiri dari dua lantai.

Tak banyak yang tahu dan menyadari keberadaan Museum dokter Soetomo. Letaknya persis di pinggir jalan besar yang menuju ke arah Tugu Pahlawan Surabaya. Ancer-ancernya, setelah mal BG Junction, lurus hingga terlihat kantor Polsek Bubutan. Nah, persis di sebelah kantor Polsek itulah museum dokter Soetomo, makamnya, serta Gedung Nasional Indonesia.

Beruntunglah ada peta Mbah Gugel. Saya tak kesulitan kala mengunjungi tempat itu dengan ojek daring. Dari pinggir jalan Bubutan, terpampang tulisan Gedung Nasional Indonesia. Ketik saja tujuan dengan kata kunci 'Gedung Nasional Indonesia'.

Gedung yang dibangun 11 Juli 1930 ini adalah saksi sejarah bagaimana para tokoh merintis kemerdekaan. Di bagian bangunan yang menjadi museum dokter Soetomo, pengunjung bisa menyusuri riwayat hidup salah satu tokoh kebangkitan nasional ini.

Museum dibuka pukul 8 pagi hingga 3 sore. Untuk mengatur kunjungan dan pemesanan tiket bisa melalui pelayanan digital museum dokter Soetomo. Namun bisa juga datang langsung. Nanti di sana--sebelum masuk museum--bisa memesan tiket secara daring di situs resmi tiket wisata Surabaya. 

Saya tiba di sana sebelum tengah hari, sekitar pukul 10 pagi. Lumayan, masih sepi. Ada pengunjung dua orang saja. 



Soetomo, dokter Pendiri Boedi Oetomo



Boedi Oetomo atau Budi Utomo adalah organisasi pergerakan pertama untuk mencapai kemerdekaan di Indonesia. Tanggal berdirinya organisasi ini, yakni 20 Mei 1908, diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Awalnya organisasi ini hanya beranggotakan golongan priyayi, seiring waktu membuka diri terhadap golongan non-priyayi.

Wahidin Soedirohoesodo adalah penggagasnya yang membawa konsep ini kepada para pelajar STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen), sekolah kedokteran untuk pribumi. Salah satu pelajar STOVIA itu adalah Soetomo, yang kemudian menjadi Ketua.

Tokoh-tokoh lainnya yang menjadi anggota Budi Utomo antara lain Ki Hadjar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, Tirto Adhi Soerjo, Pangeran Ario Notodirodjo, Raden Adipati Tirtokusumo. 


Ada Apa di Museum dokter Soetomo


Museum dokter Soetomo diresmikan Tri Rismaharini semasa menjadi Wali Kota Surabaya pada November 2017. Bangunan yang terdiri dari dua lantai ini menyimpan foto-foto dokter Soetomo dengan tokoh-tokoh pergerakan, istrinya Everdina Broering, serta alat-alat kesehatan yang pernah digunakan. Seperti mikroskop, buku, dan tas kerja, ini asli milik dokter Soetomo. 

Ada juga meja dan kursi kuno yang pernah berada di ruang tamu rumah dokter Soetomo semasa hidup. Perabotan rumah itu asli. 

Sementara itu yang berupa replika adalah ruang kerja dokter Soetomo sewaktu menjadi dokter spesialis di rumah sakit CBZ Simpang Surabaya.


Replika ruang kerja dan peralatan dokter Soetomo. Beberapa alat kesehatan ada yang asli.
Foto pribadi @katanieke



Pengunjung museum juga bisa menelusuri jejak kisah cinta dokter Soetomo dengan perempuan Belanda, Everdina Broering, perawat rumah sakit di Blora, Jawa Tengah. Blora terletak di bagian paling timur Jawa Tengah, berbatasan dengan Jawa Timur.

Hubungan asmara ini kontraversial pada masanya, ditentang dari dua pihak. Pertama dari keluarga Everdina yang dari kalangan Belanda. Kedua, dari teman-teman pergerakan dokter Soetomo. Namun Soetomo dan Everdina mampu melewati batasan 'tembok yang dianggap tinggi' itu. Mereka kemudian menikah pada 1917.

Perkawinan keduanya tidak membuahkan keturunan. Everdina meninggal pada Februari 1934. Soetomo tidak menikah lagi. Empat tahun kemudian, pada 30 Mei 1938, Soetomo meninggal di Surabaya. Soetomo diangkat sebagai pahlawan pada 1961.

*


Komplek Tugu Pahlawan Surabaya dan Museum 10 November.
Foto kiri: Tugu Pahlawan (dokumen @katanieke)
Foto kanan: Bung Tomo (dari Wikipedia)
Diolah dengan Canva.




Jejak Bung Tomo di Museum 10 November Surabaya

Dari Museum dokter Soetomo di Jalan Bubutan, yuk bergerak ke arah Tugu Pahlawan, Jalan Pahlawan Surabaya. Jaraknya hanya 500 meter saja. Di komplek Tugu Pahlawan itulah Museum 10 November berada. Museum ini buka dari jam pagi sampai 3 sore. Tiket masuk cuma Rp 8 ribu saja. 

Mari menelusuri jejak Sutomo atau Bung Tomo (1920-1981). Pengunjung bisa mendengar rekaman pidato Bung Tomo yang menggetarkan dengan semboyannya "Merdeka atau Mati" di museum ini. Orasinya yang tersiar di radio menggerakkan warga untuk turun ke jalan untuk melawan tentara Inggris. Rekaman pidato Bung Tomo bisa didengarkan di lantai 1 museum. Tepatnya di bagian diorama.


Lantai 1 Museum 10 November.
Foto pribadi @katanieke



"Lebih baik kita hancur lebur dari pada tidak merdeka. Semboyan kita tetap: Merdeka atau mati,” terdengar suara Bung Tomo yang sedang berorasi.

Untuk mendengarkan rekaman pidatonya, pengunjung cukup menekan tombol. Lalu terdengar pidato Bung Tomo yang berapi-api. Bikin merinding dan membuat pengunjung seperti terlempar ke masa itu. 

Keterangan di dekat diorama rekaman suara Bung Tomo di Museum 10 November.
Foto pribadi @katanieke



Museum 10 November diresmikan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang kala itu menjadi presiden pada Februari 2000. Segala sesuatu yang menyangkut peristiwa bersejarah Pertempuran 10 November ada di museum ini. Termasuk senjata-senjata yang dipakai rakyat Indonesia seperti keris, pisau, pistol, dan senapan.

Pengunjung juga bisa menyaksikan dokumenter ringkasan kisah Pertempuran 10 November dalam bentuk film. Ada ruang teater mini yang memutarnya pada jam-jam tertentu.

Sebenarnya jejak Bung Tomo di Surabaya juga ada di sebuah rumah di Jalan Mawar Surabaya, yang disebut sebagai Rumah Radio. Sayangnya, rumah itu telah dirobohkan pada 2016. Sayang sekali, padahal rumah yang juga jadi Markas Radio Barisan Pemberontakan Republik Indonesia (RBPRI) itu sangat sarat nilai sejarah.


Bung Tomo lahir di Kampung Blauran Surabaya pada Oktober 1920. Ia anak sulung dari Kartawan Tjiptowidjojo, seorang priyayi. Dari pernikahan Bung Tomo dengan Sulistina, lahirlah Bambang Sulistomo.

Bung Tomo menjadi wartawan sejak usia 19. Ia bekerja untuk harian Soeara Oemoem, harian berbahasa Jawa Ekspres, mingguan Pembela Rakyat dan majalah Poestaka Timoer. Pada 1944, Sutomo terlibat di bidang sosial politik. Pada Oktober 1945 hingga 1947, Sutomo memimpin Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI). 

Bermula dari sinilah, Bung Tomo kemudian menjadi salah satu tokoh dalam Pertempuran 10 November 1945. Sebuah peristiwa yang kini diperingati sebagai Hari Pahlawan.


Komplek Tugu Pahlawan Surabaya.
Foto pribadi @katanieke



Setelah Indonesia merdeka, Sutomo pernah menjadi Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata. Ia juga  merangkap Menteri Sosial Ad Interim di era Kabinet Burhanuddin Harahap. 

Pada 1955, Sutomo pernah jadi  anggota Dewan Perwakilan Rakyat melalui Partai Rakyat Indonesia. Dari era Presiden Sukarno dan Soeharto, Sutomo aktif di politik dengan menyampaikan kritik-kritiknya. Hingga pada masa Presiden Soeharto, atau tahun 1978, Sutomo ditahan. Setelah keluar dari penjara, ia mundur dari dunia politik. 

Sutomo meninggal saat menjalankan ibadah haji tahun 1981. Jenazah dibawa pulang ke Indonesia dan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Ngagel, Surabaya. Pada 2008, Bung Tomo ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional.

*

Nah, setelah menelusuri jejak dua tokoh penting dalam sejarah Indonesia, semoga ingatan kita tentang dokter Soetomo dan Sutomo-Bung Tomo tidak tertukar lagi ya.



Salam hangat, 
Nieke Indrietta

Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI.



Referensi:

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240903164008-20-1140565/wamenkes-ada-300-laporan-kasus-bullying-dokter-di-universitas-ri

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Boedi_Oetomo

https://esi.kemdikbud.go.id/wiki/Soetomo

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sutomo

https://esi.kemdikbud.go.id/wiki/Sutomo






Minggu, 25 Agustus 2024

Bakso dan Mie Soun Mojopahit, Nuansa Jogja di Surabaya

Makan bakso di Surabaya yang suasananya bikin kamu merasa di Jogja. Pesen baksonya saja pakai Bahasa Jawa.

Review kuliner Surabaya Bakso dan Mie Soun Mojopahit
Bakso dan Mie Soun Mojopahit di Surabaya.
Foto pribadi @katanieke



Jumat, 09 Agustus 2024

Malam Minggu di Ramyeon Express Kota Lama Semarang

Cerita pengalaman saat melihat cara bikin bingso, kuliner Korea di Ramyon Express Kota Lama Semarang.

Wisata Kota Lama Semarang Ramyeon Express
Menikmati Kota Lama Semarang dan kuliner Korea Ramyeon Express.
Foto: dokumen pribadi/katanieke

Senin, 29 Juli 2024

Candi Gedong Songo dan Pesona Lereng Gunung Ungaran Semarang

Candi Gedong Songo di Ungaran mirip dengan Candi di Dieng. Coba tebak, mana yang lebih dulu didirikan: Candi Gedong Songo atau Candi di Dieng?


Wisata Candi Gedong Songo Semarang Ungaran
Candi Gedong Songo di Ungaran, Kabupaten Semarang.
Sumber foto: Canva free diolah.


Selasa, 09 Juli 2024

Menjajal Sate Taichan Senayan di Jogja

Nemu Sate Taichan Senayan di Jalan Godean, Yogyakarta. Sate taichan ternyata beda dengan sate yang sudah ada.

Sate taichan Senayan di Godean Yogyakarta
Sate taichan. Sumber foto: Tiktok @katanieke
Diolah dengan grafis Canva.



Rabu, 05 Juni 2024

Steak Pasar Tunjungan, Menikmati Steak dalam Pasar

Ada restoran steak di dalam pasar? Ini cerita saya saat makan Steak Pasar Tunjungan, Surabaya.


Review Steak Pasar Tunjungan
Sensasi makan steak dalam Pasar Tunjungan.
Foto dokumen pribadi @katanieke

Rabu, 06 Maret 2024

Merah Merona Nasi Goreng Finna di House of Wok

Aroma saus tiram menguar di udara ketika nasi goreng Finna House of Wok dihidangkan. Warnanya merah merona. Menggoda.

*

Nasi goreng Finna House of Wok
Nasi goreng Finna di House of Wok, BG Junction Surabaya.

House of Wok di Mal BG Junction Surabaya

House of Wok baru buka di mal BG Junction, Jalan Bubutan, Surabaya. Ahad lalu, 3 Maret 2024, saya berjalan-jalan di mal yang letaknya berseberangan dengan Pasar Blauran tersebut. Saat kaki melangkah ke lantai Ground Level (GL), tak sengaja mata saya tertumbuk pada keramaian di dekat outlet atau stan Cheon, corndog, makanan kesukaan oppa Kim Seon-ho--aktor Korea favorit. Yup, penyebab keramaian itu rupanya  restoran House of Wok yang baru dibuka per 3 Maret 2024.

Restoran yang menjual makanan otentik citarasa Asia ini memang cabangnya sudah di mana-mana di Surabaya. Terkenal dengan porsinya yang melimpah, per menu bisa untuk 2-3 orang. Beberapa papan karangan bunga yang mengucapkan selamat atas pembukaan resto, berjejer rapi di depan restoran. Hampir seluruh meja terisi penuh pada pukul setengah dua belas siang. 

Keramaian restoran itu membetot perhatian saya. Penasaran dong, soalnya biasanya restoran yang baru buka menawarkan promo. Untungnya, ada dua banner yang berdiri di ujung bagian. Banner pertama memperlihatkan foto nasi goreng dengan keterangan Opening Promo, Diskon 50 persen untuk nasi goreng Finna. Syaratnya, berlaku 3-4 Maret 2024, untuk 100 orang pembeli pertama per hari yang makan di tempat atau dine-in. Kemudian banner kedua, yang ukurannya lebih besar, memperlihatkan foto beberapa makanan dan minuman andalan.

Menu andalan di House of Wok BG Junction Surabaya
Menu andalan House of Wok di BG Junction, Surabaya.

Saat asyik mencermati banner, seorang pegawai restoran yang mengenakan seragam biru menghampiri saya. "Selamat siang, House of Wok baru buka. Silakan mampir, ada promo," kata pegawai perempuan tersebut.

Saya menunjuk banner pertama. "Ini yang promo nasi goreng saja atau ada menu lain?"

"Untuk opening promo, nasi goreng Finna, Kak. Diskon 50 persen dari harga normal Rp 65 ribu. Satu porsi bisa untuk 3-4 orang," ia menjelaskan dengan nada ramah.

Jujur saja, saya tergiur dengan diskon 50 persen dan porsi yang melimpah. Saya pun segera mengiyakan. Dengan sigap dan ramah, pegawai resto itu mencarikan saya tempat duduk untuk dua orang. Pegawai resto yang lain--seorang pria, membawakan buku menu. Ia balik lagi membawakan dua buah piring dengan dua pasang sendok-garpu yang terbungkus rapi, sekotak tissue, dan sebotol saus sambal Finna.

"Mau pesan sekarang, Kak?" tanya pegawai resto tersebut. 

"Kami pesan satu nasi goreng Finna. Apakah bisa dibuat tidak pedas?" tanya saya.

"Aslinya nasi goreng Finna punya citarasa agak sedikit pedas. Tapi bisa kalau dibuat tidak pedas sama sekali," jawab pegawai resto.

"Baik, Pak. Pesan satu yang tidak pedas sama sekali. Untuk minumannya, satu teh manis panas dan satu lemon tea panas ya," kata saya 

Ia mencatat pesanan saya di kertas kecil khusus menerima pesanan. "Baik, pesanan akan segera kami proses. Untuk buku menu, apakah bisa saya bawa?"

"Saya mau lihat-lihat menu resto di buku menu, boleh ya, Pak?"

Ia mengangguk sambil tersenyum. "Silakan, Kak." Ia bergegas menuju meja kasir yang terletak di bagian ujung dalam resto, untuk menyampaikan pesanan saya.

Saat melihat-lihat buku menu, saya mendapati kalau House of Wok juga punya menu nasi goreng lainnya, seperti nasi goreng Jawa. Mayoritas memang menu ala Chinese Food seperti capcay dan sapo tahu. Biarpun makanan Chinese Food, namun seluruh makanan yang ditawarkan halal dan tidak ada babi. 

Menu Chinese Food House of Wok halal.
Menu di House of Wok tidak mengandung babi. 


Menu minuman tak kalah menggiurkan. Selain jus, ada es doger yang penampilan di fotonya sungguh menggugah selera. Sayangnya, saya sedang agak tak enak badan sehingga tak berani minum minuman dingin. Saya berpikir untuk memesan minuman itu pada kunjungan berikutnya.

Selagi menunggu, saya mencoba mengamati interior restoran yang dominan warna merah. Paling suka saat melihat bagian ubin yang corak keramiknya terkesan vintage. Ubin yang motifnya biasa dipakai rumah-rumah jadul peranakan. 

House of Wok di BG Junction Surabaya
Suasana saat pembukaan restoran House of Wok di BG Junction Surabaya.


Tak ada satupun meja yang kosong hari itu. Begitu tamu beranjak, pegawai selesai membersihkan meja, langsung ada tamu lain yang singgah. Pegawai resto mondar-mandir membawa baki berisi nasi goreng. Rupanya menu andalan opening promo itulah yang kebanyakan dipesan orang. 

Minuman yang kami pesan datang duluan. Segelas teh lemon hangat dan teh manis panas. "Sabar ya, Kak. Nasi gorengnya yang tidak pedas sedang diproses," ucap pegawai resto.

Sekitar 15 menit menunggu, akhirnya nasi goreng Finna kami pesan tiba. Sumringah.

*

Review Nasi Goreng Finna House of Wok


Omong-omong, Finna adalah sebuah merek yang terkenal dengan kerupuk udang di Surabaya. Selain kerupuk udang, ada pula makanan khas Jawa Timur lain yang diproduksi perusahaan Finna. Misalnya saus tomat dan sambal Finna.  

Aroma saus tiram menguar di udara ketika nasi goreng Finna House of Wok dihidangkan. Warnanya merah merona. Menggoda. Nasi goreng disajikan di sebuah piring putih berdiameter sekitar 30 sentimeter. Pada sisi pinggirnya tercantum label Wok.

Nasi goreng Finna di House of Wok BG Junction Surabaya
Penampilan nasi goreng Finna di House of Wok, BG Junction Surabaya.


Penampilan nasi goreng berwarna merah tak asing buat saya yang penyuka Chinese Food. Warna merah karena saus tomat, walau dalam proses masaknya juga menggunakan saus lain seperti saus tiram. 

Berbeda dengan nasi goreng Jawa yang cenderung berwarna kecoklatan, warna merah memang khas nasi goreng ala Chinnese Food. Irisan timun tipis-tipis terletak di bagian sudut nasi goreng Finna. Warna merah nasi goreng berpadu warna hijau kacang polong segar. Irisan telur dadar orak-arik yang berwarna kuning keemasaan. Tak ketinggalan, udang tanpa kulit yang kecoklatan. 

Porsi nasi goreng yang melimpah, cocok buat yang suka makan menu tengahan. Saya mengmbil beberapa sendok goreng ke piring saya. Tak sabar mencicip. Perlahan jemari kanan mengarahkan sesuap nasi ke mulut.  

Hmmm. Enak, gurih. Rasa saus tiram yang kental berpadu saus tomat menari di lidah. Kacang polongnya empuk. Pun dengan udangnya yang kenyal dan lezat. Satu setengah jam berlalu. Saya gagal menghabiskan satu porsi, lantaran saking melimpahnya. Terlalu sayang kan.

Usai membayar di kasir, saya meminta nasi goreng yang masih tersisa banyak di piring untuk dibungkus. Lumayan, bisa buat jatah makan malam. 

Batin saya dalam Javanese-English, baleniable nih. Saya penasaran dengan sapo tahu dan es dogernya. Oya, House of Wok juga punya beberapa menu paket.

Menu paket House of Wok BG Junction Surabaya.
Menu paket di House of Wok BG Junction Surabaya.


***

Salam hangat,
Kata Nieke


Minggu, 22 Oktober 2023

Kafe Pisang di Rumah Sakit PHC Surabaya

Kafe Pisang. Baru kali ini menemukan kafe yang membuat saya merasa tak berada dalam rumah sakit.


Kafe Pisang Rumah Sakit PHC Surabaya
Kafe Pisang RS PHC, Perak, Surabaya.
Foto @katanieke


Namanya Kafe Pisang, letaknya di bagian belakang Rumah Sakit PHC (Primasatya Husada Citra) Surabaya. Kafe ini menyediakan berbagai menu sehat (healthy food).

Kafe dalam rumah sakit, mungkin hal biasa. Kebanyakan rumah sakit biasanya punya kafe, kantin, kafetaria di areanya. Saya memutuskan menulis Kafe Pisang bukan hanya lantaran cita rasa makanannya yang enak, juga karena terkesan dengan pelayanannya.

Awal saya mengenal Kafe Pisang sebenarnya pada 2015. Saat itu Bapak saya (kini sudah wafat) dirawat karena stroke. Sayalah yang berjaga dan merawat Bapak di rumah sakit selama sekitar sebulan. 

Bapak saya memperoleh kamar yang dihuni tiga orang pasien. Ranjang Bapak di bagian tengah, dengan tirai di sisi kiri dan kanan yang memisahkan dengan dua pasien lainnya. Pasien yang berada dekat pintu adalah seorang pria seusia Bapak, penderita kanker.

Seorang perawat memberitahu saya keberadaan Kafe Pisang, kala perut saya meronta kelaparan di atas pukul sembilan malam. Sementara warung-warung di seberang rumah sakit sudah tutup. 

Letak kafe itu sebenarnya agak jauh dari posisi ruangan Bapak yang berada di lantai dua. Saya mesti melewati lorong kamar-kamar, lorong jembatan, menuruni tangga, lalu melewati lagi selasar hingga berbelok menuju tempat parkir. Dan akhirnya saya menemukan Kafe Pisang.


Suasana Kafe Pisang di RS PHC yang Instagramable
Suasana depan Kafe Pisang di RS PHC Surabaya.
Foto @katanieke


Kafe itu masih ramai dengan beberapa pengunjung. Kebanyakan juga orang yang menunggui pasien yang sedang dirawat. Rupanya kafe Pisang buka 24 jam dengan sistem shift karyawan. Saya segera meminta buku menu kepada karyawan. 

Usai membaca menu, saya memutuskan memesan nasi goreng Hong Kong dan kentang goreng. 

"Mau dimakan di sini atau mau dibawa ke kamar, Kak?" tanya karyawan pria itu. "Kalau take away, Kakak ke kamar saja, nanti makanannya diantar."

Wow. Ternyata makanannya bisa diantar. Saya memutuskan makan di tempat karena Bapak saya sudah tidur. Saya juga jenuh seharian penuh--berhari-hari di ruangan yang sama. Saya butuh sedikit 'me time'.

Saat dihidangkan, rupanya porsi nasi goreng Hong Kong sangat banyak. Berlimpah. Wah muat tidak ya di perut. Mana masih ada kentang goreng. 

Niat hati mau 'me time' sejenak sambil makan. Namun hati tidak tenang. Soalnya terkadang di atas jam sembilan malam, dokter jaga atau perawat singgah untuk cek pasien kamar. Nasi goreng baru termakan separuh, saya minta dibungkus. Begitu pula dengan kentang gorengnya. Buru-buru saya kembali ke kamar rawat inap Bapak saya.

Kala itu, Kafe Pisang juga melayani pemesanan melalui telepon di resepsionis kamar rawat inap. Biasanya makanan akan diantar hingga meja resepsionis untuk diambil pemesan.  Kalau jaga malam, saya kerap memanfaatkan layanan ini. 

Pelayanan yang baik dan kualitas makanan yang enak dari Kafe Pisang membuat saya terkesan. Toh, saya tak berkunjung kembali ketika Bapak keluar rumah sakit setelah dirawat sebulan. Kafe Pisang tak buka cabang, lokasinya hanya di RS PHC yang letaknya di kawasan Tanjung Perak, Surabaya Utara.

*

Nostalgia Kafe Pisang


Review kuliner, review kafe, kafe Pisang Surabaya
Suasana Kafe Pisang yang bikin lupa kalau ini di rumah sakit.
Foto @katanieke


Beberapa tahun kemudian, sekitar Juni 2023, saya kembali ke RS PHC Surabaya. Saya mengantar Ibu saya untuk pemeriksaan kesehatan. Kunjungan pertama setelah sekian tahun tak menginjakkan kaki di RS PHC. Jadwal dengan dokter waktunya sore. Antrian konsultasi dokter lumayan panjang, sehingga baru keluar sekitar pukul delapan malam.

Lantaran lapar, saya dan Ibu beranjak menuju Kafe Pisang. Sepanjang jalan, melewati lorong dan selasar, ingatan masa saya menemani mendiang Bapak seperti film. Berkelebatan. 

Hingga langkah kaki sampai di depan Kafe Pisang. Saya agak pangling karena bentuk bangunannya telah berubah dan menjadi lebih modern. Mungkin mereka merenovasi agar kafe menjadi lebih nyaman bagi pengunjung.


Desain interior Kafe Pisang RS PHC
Suasana Kafe Pisang di RS PHC Surabaya.
Foto @katanieke


Suasana depan kafe, sebelum pintu masuk, terdapat display sepeda ontel dengan suasana saung. Sebuah meja kayu panjang denga anglo dan wajan dari tanah liat. Mencoba menghadirkan sedikit suasana desa. Hiasannya cukup instagramable, cocok untuk berfoto-foto. Cukup out of the box untuk sebuah kafe yang berada di area rumah sakit. 

Setelah itu, kami memasuki ruang kafe. Semilir sejuk pendingin ruangan menyambut. Dalam kafe berubah total dari kenangan saya. Meja kursi dan hiasan-hiasan ditata sedemikian estetik. Mungkin lantaran sudah malam, kafe tak ramai. Hanya ada satu pengunjung.

Seorang karyawan menyambut dan memberikan menu, ketika kami duduk. "Silakan, Bu," ucapnya.

Banyak menu baru di buku menu. Kebanyakan masakan Indonesia. Nasi goreng Hong Kong favorir saya masih ada. Menu barunya seperti nasi goreng rawon, oseng buntut, sop buntut, sop iga, tongseng, ayam geprek, soto ayam Teluk Bayur, dan masih banyak lagi.

Menu kafe Pisang RS PHC Surabaya
Menu di Kafe Pisang RS PHC Surabaya.
Foto @katanieke


Kami memesan bihun goreng ayam dan mie kuah Pelabuhan. Namanya unik ya, mie kuah pelabuhan. Bikin penasaran. 

Saat menunggu makanan datang, dua pengunjung perempuan masuk ruangan kafe. Karyawan yang tengah berdiri di depan meja kasir yang letaknya dekat pitnu masuk menyambut dengan sopan.

"Mohon maaf, kafenya sudah closed order," katanya.

Ternyata kini Kafe Pisang tidak lagi buka 24 jam seperti beberapa tahun lalu, saat saya berjaga merawat Bapak saya. Sejak pandemi, Kafe Pisang tutup pesanan (closed order) pukul setengah sembilan malam. Kafe ditutup sekitar pukul setengah sepuluh malam.

Tak berapa lama, menu pesanan kami tiba. Bihun goreng ayam menurut saya enak. Tidak pedas. Tidak berminyak. Bikin orang lahap makan. Potongan daging ayam, sayur dan wortel yang dicincang terasa menyatu. Dengan harga hanya Rp 25 ribu, ini sih luar biasa.

Bihun goreng Kafe Pisang RS PHC Surabaya
Bihun goreng ayam ala Kafe Pisang RS PHC Surabaya.
Foto @katanieke


Sementara mie kuah pelabuhan ternyata mie kuah yang dihidangkan dengan mangkok besar. Saya paling suka rasa kuahnya, kaldunya terasa sekali. Bumbunya tak ada micin. Saya bisa merasakan ada campuran kunyit. Ini jadi menu favorit saya. Harganya juga hanya Rp 25 ribu.

Mie Kuah Pelabuhan Kafe Pisang di RS PHC Surabaya
Mie Kuah Pelabuhan ala Kafe Pisang RS PHC Surabaya.
Foto @katanieke


Beberapa menu baru lainnya berkesempatan saya coba saat saya kembali ke rumah sakit mengantar ibu saya periksa dokter.  Menu lainnya rata-rata enak.

Terkesan Pelayanan


Suatu waktu, dokter memberi instruksi ibu saya menjalani operasi. Hari itu Jumat. Saya, ibu, ditemani seorang tetangga berangkat lebih awal ke rumah sakit. Ternyata jadwal agak mundur sedikit, operasi sekitar pukul 13.00 siang. Perawat menyarankan Ibu saya untuk makan siang terlebih dulu. Saat itu masih pukul 11.00.

Bergegas kami ke arah Kafe Pisang. Sayangnya, saat itu kafe sedang bersiap tutup sebentar karena kokinya hendak melaksanakan ibadah Jumatan. Seorang karyawan menyarankan kami ke sebuah kantin.

"Wah, di situ makanannya berminyak. Ibu saya dilarang makan makanan yang berpotensi bikin batuk," kata saya. Saya kemudian menjelaskan, Ibu saya dalam satu jam ke depan akan menjalani operasi. Kami juga bakal tidak sempat kalau harus keluar lokasi rumah sakit.

"Bu, kalau makanannya.yang sudah siap saji, kira-kira berkenan, nggak? Ada soto yang tinggal dihangatkan," ia menawarkan.

Tentu saja kami menerima tawaran itu. Apalagi menu soto itu justru sesuai dengan bayangan saya. Makanan yang hangat. Tak berminyak. "Boleh banget," ucap saya.

Tak sampai sepuluh menit, hidangan sudah disajikan di meja. Kami dipersilakan untuk makan dengan tenang di dalam kafe. Wah, ini sungguh pelayanan yang luar biasa. 

Ibu saya bisa makan dengan tenang. Saya dan tetangga yang menemani pun demikian. Singkat cerita, operasi yang dijalani Ibu saya juga lancar.  Ibu tak rawat inap pasca-operasi. Kami bersyukur hari itu semua berjalan dengan lancar. Salah satunya, tentu juga karena pertolongan makan siang dari karyawan Kafe Pisang.

Lantaran itulah tulisan ini saya buat. Sebagai bentuk penghargaan atas servis yang baik, bukan karena endorsement atau tulisan berbayar. 

Kafe Pisang RS PHC Surabaya
Kafe Pisang RS PHC Surabaya.
Foto @katanieke

Salam, 
Kata Nieke



Kamis, 12 Oktober 2023

Ketika Makanan Tak Sesuai Ekspektasi, Komplain atau Viralkan?

Pernah enggak, kamu memesan makanan lalu ternyata ada sesuatu tidak memuaskan? 

Komplain makanan di resto
Review makanan di restoran. Desain dari kreator Canva.


Pengalaman Tak Menyenangkan Saat Makan


Suatu waktu, siang terik saya memutuskan untuk membeli bakso di tempat langganan saat remaja. Sudah lama saya tak makan di tempat itu, bertahun-tahun malah. Padahal dulu, kala masih berkegiatan di daerah itu saya kerap beli. Tempatnya memang jauh dari tempat tinggal saya. Kebetulan, siang itu saya melewati daerah tempat warung bakso legendaris itu berada.

Kala itu pandemi masih berlangsung. Masih banyak sekolah dan kantor menerapkan berkegiatan dari rumah. Tak heran ketika saya mampir, warung bakso yang biasanya tak pernah sepi itu, justru terlihat melompong. Demikian pula dengan warung-warung lain yang berjejer di sebelahnya. 

Saya bergegas duduk dan memesan semangkok bakso. Di tengah asyiknya makan, saya baru menyadari, ada belatung dalam mangkok saus tomat yang diletakkan di meja. Rasanya ingin muntah. Namun saya menahan diri. Saya memanggil penjualnya.

"Mas, lihat, ini ada belatungnya. Beruntung belum saya tuang ke bakso," ucap saya, masih dengan nada sopan.

Pengalaman nemu belatung di saos tomat saat makan bakso
Pengalaman nemu belatung di saos tomat saat makan bakso. Gambar ilustrasi oleh @katanieke dibuat dengan Canva.


Responnya sungguh mengecewakan saya. Tak ada kata menyesal atau minta maaf. Wajahnya terlihat datar dan tanpa ekspresi. Bahkan ia langsung kembali duduk ke tempatnya semula. Dengan jengkel, saya berdiri dan membawa mangkok saos tomat yang ada belatungnya. Lalu menyodorkan ke tempat ia berada.

"Kok malah dibiarkan? Ini kalau ada pembeli lain bisa termakan. Atau malah kalau pembelinya kesal, sampeyan bisa langsung diviralkan. Warung sampeyan bisa kena imbasnya," tutur saya.

Sejujurnya, sebagai pelanggan sejak lama agak kecewa melihat responnya. Mungkin karena yang melayani kali ini generasi keduanya. Mungkin juga dia agak nge-blank karena pandemi yang memukul ekonomi sedemikian rupa. Kejadian ini saat awal pandemi soalnya. Saya mengenal pemilik generasi pertamanya, saking seringnya dulu datang. 

Pengalaman serupa juga pernah saya alami di sebuah resto dalam mal. Yap, bukan warung seperti cerita sebelumnya. Saat itu saya hendak makan malam dan ingin ayam goreng. Mampirlah ke resto itu.

Saat itu memang long week end, tiga hari libur berturut-turut dengan dua tanggal merah berderet. Suasana resto agak sepi. Mungkin karena sudah pukul setengah sembilan malam. Mal juga tak seramai biasanya. Dugaan saya, long week end biasanya mayoritas orang Surabaya keluar kota.

Ketika memesan menu untuk makan di tempat, saya sempat melihat anak kecoa berjalan-jalan di ujung meja dan bagian atas papan menu. Rasanya agak merinding. Usai membayar dan saya membawa makanan ke meja. 

Lagi asyik-asyiknya makan tetiba ujung mata saya melihat ada kecoa di meja. Refleks saya menjerit karena kaget. "Kecoa!" Lalu mengibaskan tisu di meja. Makhluk itu lari ke bawah meja. Saya memutuskan pindah meja. Seorang karyawan resto tersebut hanya melongok dari pintu dapur, tapi tak melakukan apa-apa.

Saya kemudian berdiri dan berjalan ke meja kasir. Saya melapor bahwa ada kecoa dan meminta dia melihatnya sendiri. Si karyawan kemudian datang membawa alat kebersihan berupa sapu dan cikrak. Namun responnya mengecewakan.

"Mana kecoanya?" Nadanya seolah mempertanyakan, alih-alih memeriksa meja. 

Belum saya membuka mulut untuk menjawab, kecoa itu kembali muncul ke atas lalu lari ke sisi lain. "Tuh!" ucap saya.

Karyawan itu sempat terkejut saat melihat kecoa. Buru-buru ia menangkap dan menepis dengan sapunya. "Ada juga tadi saya lihat di meja kasir," saya menambahkan.

Kecoa di restoran di mal
Ceritaku ketemu kecoa saat makan di restoran di mal. Ilustrasi dibuat dengan Canva oleh@katanieke


Karyawan itu kembali masuk ke dapur tanpa mengucapkan apa-apa. Bersikap seolah tak ada apa-apa. Saya terheran-heran, paling tidak situasi demikian ada pernyataan maaf karena konsumen tidak nyaman. 

Saya sempat melihat-lihat siapa tahu ada manajernya. Sekadar menyampaikan keluhan soal kebersihan dan kenyamanan buat konsumen. Namun tak kelihatan. 

Kebetulan saja saya mengenal pengelola, yang adalah sang atasan manajer. Saya memutuskan mengirim pesan lewat aplikasi perpesanan ponsel. Tentu saja menyampaikan insiden tak mengenakkan ini secara baik-baik dan berharap bisa menjadi evaluasi masukan agar gerainya tetap ramai. 


Ketika Resto Piawai Tangani Komplain


Tak selamanya pengalaman 'menyeramkan'. Saya juga mempunyai pengalaman menyenangkan justru ketika mengalami hal tak enak saat memesan makanan. Suatu sore, saya datang ke sebuah resto dalam mal bersama dua kerabat. Kami memesan teh, kentang goreng, dan pisang coklat keju sebagai camilan.

Tak butuh waktu lama, teh pesanan tiba. Sepiring pisang coklat keju menyusul sekitar tujuh menitan. Saya menyesap teh manis panas perlahan-lahan sambil menikmati aroma melatinya. Sementara bibi saya meraih garpu hendak mencicip sepotong pisang coklat keju.

Mendadak raut wajah bibi saya berubah. Dahinya mengerut. Alisnya kemudian terangkat. Ia meletakkan kembali sisa sepotong pisang di piring kecilnya. "Kok rasanya agak sepet ya pisangnya?" ucapnya.

Ia mencuil ujung pisang lain yang terhidang di piring utama. Ternyata rasanya sama. Sepet. Bibi saya melambaikan tangannya, memanggil salah satu karyawan resto tersebut. Seorang perempuan menghampiri meja kami.

"Ada yang bisa dibantu, Bu?" tanyanya.

"Mbak, ini pisangnya sepet. Coba dibawa dan dicicipi," kata Bibi saya.

"Wah mohon maaf, Bu. Ini saya bawa kembali ke dapur untuk diperiksa. Nanti kami ganti yang baru ya," jawabnya. Sopan sekali.

Tangannya meraih piring berisi pisang keju di meja kami dan membawanya ke sebuah ruangan. Antara ruangan itu dengan ruangan resto terhubung sebuah jendela dengan meja kecil. 

"Ada komplain pisang kejunya sepet," kata karyawan perempuan itu pada seseorang di balik ruangan. Melalui jendela kecil itu, ia menyodorkan sepiring pisang keju yang tadi dihidangkan kepada kami.

Pengalaman saat menyampaikan komplain ke resto. Berujung dapat kompensasi menu baru. Ilustrasi pisang keju dibuat dengan Canva oleh @katanieke


Sekitar dua menit kemudian, karyawan perempuan itu menghampiri meja kami kembali. "Ditunggu ya, Bu. Kami buatkan kembali yang baru," ucapnya.

Sambil menunggu, kami menikmati kentang goreng atau french fries. Beberapa menit kemudian, karyawan perempuan itu kembali ke meja kami.

"Bu, mohon maaf. Tadinya kami mau buatkan pisang keju kembali, tapi setelah kami cek stok pisang, ternyata semuanya rasanya sepet. Apakah berkenan kalau kami ganti dengan menu yang harganya sama?"

"Gapapa, Mbak," Bibi saya menyambut dengan sumringah. Ia terkesan dengan respon karyawan resto ini.

Karyawan perempuan itu menyodorkan buku menu. Bibi saya menoleh pada saya, meminta rekomendasi makanan.

"Gimana kalau singkong keju? Ini harganya sama dengan pisang keju," kata saya sembari jemari menunjuk gambar di buku menu.

Bibi saya mengangguk-angguk tanda setuju. "Mbak, singkong keju ya," ucapnya kepada karyawan resto.

Karyawan itu segera mengambil kembali buku menu. "Baik, Bu. Mohon ditunggu ya," katanya.

Tak butuh waktu lama, kira-kira 10 menit, sepiring singkong keju sudah terhidang di meja kami. Saat kami cicipi, rasanya memuaskan. Enak. Singkongnya empuk. Rasanya gurih bercampur dengan keju. Cocoklah jadi teman santapan sambil minum teh hangat.

Saat kami pulang, karyawan resto mengucapkan terima kasih. "Ditunggu kedatangannya kembali," ucapnya.

Jujur, saya sangat terkesan. Itu sebabnya saya selalu mengunjungi resto itu, sampai sekarang. Mereka tak takut komplain. Cara mereka menghadapi komplain juga bagus. Pelanggan puas. Citra resto juga bagus.

Pengalaman komplain malah dapat kompensasi dari restoran
Pengalaman mendapat respon baik saat komplain di restoran. Ilustrasi dibuat dengan Canva oleh @katanieke


Apa yang saya pelajari dari cerita ini? 

1. Saya memprediksi, para karyawan di resto ini telah mendapat pelatihan bagaimana menghadapi konsumen dan komplain. Memang sebaiknya sebuah usaha makanan dan minuman menyiapkan diri jika menghadapi komplain. Kalau perlu bikin SOP (Standar Operation Procedure).

2. Jangan reaktif. Jangan pula cuek ketika konsumen menyampaikan uneg-unegnya. Justru itu bisa jadi peluang sebuah resto menjadikan konsumen loyal, apabila ditangani benar.

3. Apabila komplain menyangkut hal kebijakan yang karyawan tak punya wewenang, bisa dicatat untuk disampaikan ke atasan.

Bagaimana pula dari sisi konsumen? Perlukah konsumen membuat keributan dan menjadi drama queen saat menyampaikan komplain?

1. Sampaikan komplain dengan kalimat yang baik dan jelaskan dengan detail agar pihak resto paham.

2. Attitude adalah kunci. Tak perlu mengancam apalagi membawa-bawa label status sosial. Contohnya: 
-"Kamu tidak tahu, saya siapa? Saya ini... blabalabla."

-"Saya ini influencer! Kamu tahu berapa pengikut saya di media sosial?"

Jangan lakukan itu. Please, itu malu-maluin diri sendiri. Jadilah elegan.

3. Sebaiknya sampaikan komplain langsung ke pihak resto ketimbang merekamnya lalu langsung mempostingnya ke dunia internet. Kita tidak bisa memprediksi bagaimana reaksi netizen di dunia maya. Jangan sampai hal itu jadi bumerang bagi diri sendiri. Ingat, jarimu harimaumu. Kita juga bisa menyebabkan sebuah usaha tutup, bangkrut, lalu karyawannya mengalami pemutusan hubungan kerja.

4. Menyampaikan komplain secara langsung dan baik, justru membuat konsumen diingat dengan baik pula. Saat kunjungan berikutnya, mereka akan memastikan konsumen mendapat layanan yang baik. Bahkan, bukan tidak mungkin mereka menunggu saran lainnya.

Barangkali teman pembaca pernah mengalami hal serupa. Bolehlah berbagi di kolom komentar tanpa menyebutkan brand atau nama tertentu, agar tidak terkena pasal pencemaran nama baik.

Salam,
Kata Nieke










Senin, 09 Oktober 2023

Review Resto Seoul Bunsik, Nuansa Korea di Tunjungan Surabaya

Ramainya resto makanan Korea Seoul Bunsik di Jalan Tunjungan Surabaya bikin saya penasaran. Pengunjung sampai mengantri di trotoar.

Seoul Bunsik Tunjungan Surabaya kuliner Korea
Seoul Bunsik, resto makanan Korea di Tunjungan, Surabaya.
Foto oleh @katanieke

*

Sudah sejak lama saya dan bestie Effie ingin menjajal makanan Korea di Seoul Bunsik, Jalan Tunjungan Surabaya. Sebenarnya ide ini datang dari Effie. Kami berencana bertemu, ngobrol sambil makan. Lalu terlontarlah ajakan itu.

"Niek, kamu tahu enggak di Jalan Tunjungan itu ada resto Korea?" tanya Effie.

Hah? Waduh, padahal saya kerap wira-wiri jalan Tunjungan tapi kok ketinggalan info soal ini ya. "Oya? Sebelah mana?"

Effie kemudian membuka mesin pencari Google di ponselnya. Ketik nama resto, tadaaa... keluar Seoul Bunsik, alamat, berikut beberapa fotonya. Ia menunjukkan temuannya di layar ponsel.

"Owww, padahal sering lewat jalan Tunjungan. Kok enggak pernah merhatiin ya," saya bergumam.

"Sepertinya ini di sisi sebelah kanan Tunjungan," ucap Effie setelah membuka peta di Google.

"Boleh, yuk kita cobain."

Effie menyalakan mesin mobilnya. Cuaca siang itu terik. Saat itu sekitar pukul setengah satu siang. Perut juga sudah meronta-ronta. Kami berencana makan siang di Seoul Bunsik.

Kuliner Korea Seoul Bunsik di Surabaya
Seoul Bunsik Tunjungan Surabaya.
Foto oleh @katanieke

Sesampainya di Jalan Tunjungan, mobil sengaja melipir di sisi kanan. Mobil diparkir di tempat khusus parkir mobil yang kami perkirakan letaknya tak begitu jauh dari Seoul Bunsik. Lalu kami berjalan kaki.

Ternyata memang tidak jauh. Sayangnya, kami hanya dapat menatap bangunan resto Seoul Bunsik yang masih tertutup separuh tirai besinya. Di pintu terpampang tulisan 'Closed'. Ah! Rupanya Seoul Bunsik baru buka pukul lima sore. Effie membuka ponselnya dan mencermati hasil pencariannya di Google.

"Ya ampun, aku tadi lupa lihat jam bukanya. Ternyata ada di sini, memang buka jam 5 sore," tuturnya.

Akhirnya kami memutuskan jalan sepanjang Jalan Tunjungan, masuk ke Pasar Tunjungan dan memilih salah satu resto di sana. Toh, kami masih penasaran dengan Seoul Bunsik. Maka kami pun merencanakan kembali untuk makan bersama di sana, di waktu berikutnya.

Kali ini kami merencanakan dengan matang agar tidak kecele. Bahkan, kami janjian memakai dress code: baju seragam SMA ala drama Korea. Alhasil saya jadi riset nonton trailer drakor-drakor yang tokohnya anak SMA. Mengamati baju seragamnya seperti apa. 

Kebetulan saya baru saja menuntaskan nonton B*tch X Rich yang pemeran utamanya Yeri Red Velvet. Suka banget dengan seragam SMA yang pakai blazer. Langsung deh buka lemari, cari-cari blazer, kemeja putih, dan rok hitam selutut. Nemu! Plus, saya kreasikan dengan vest warna coklat. Lumayan juga untuk orang yang enggak pernah beli baju baru selama 10 tahun. (Iya, saya diet pakaian demi lingkungan).

Lantaran kami kini tahu Seoul Bunsik buka sore, maka jam janji bertemu pun menjadi pukul 4 sore di Indomaret Jalan Tunjungan. Bangunan Indomaret persis berada di sebelah Seoul Bunsik. Sambil menunggu, kami duduk-duduk dulu sambil ngeteh atau ngopi di Points Indomaret.

Saat saya datang, ternyata Effie sudah tiba duluan di Indomaret Tunjungan. Ia memilih kursi meja yang berada di sisi luar bangunan. Pakaian Effie tak kalah keren dan mengandalkan koleksi pakaian yang sudah ada. Rok selutut, kemeja putih dan sweater warna abu-abu. Persis gaya-gaya seragam SMU di drakor.

Pukul lima sore, kami sudah melihat antrian pengunjung di depan Seoul Bunsik. Jadi kami memutuskan menunggu antrian mereda. Menjelang pukul setengah enam, kami beranjak ke Seoul Bunsik.


Review Seoul Bunsik

Bangunan resto Seoul Bunsik menyerupai resto street food ala Korea. Pada sisi sebelah kanan terdapat kaca putih besar yang memperlihatkan tempat memesan makanan beserta beberapa hidangan. Kayak masakan Padang itu lho, kan biasanya ada yang dipajang di meja kaca. Sementara di sisi kiri dindingnya dicat oranye, terdapat cermin. Pintu masuk tepat di tengah.

Kuliner Korea di Surabaya
Seoul Bunsik di Jalan Tunjungan Surabaya.
Foto oleh @katanieke

Menu resto dipasang di sisi jendela kaca agar orang yang berada di luar bangunan bisa mengetahui menu sebelum memutuskan masuk. Seorang karyawan resto pria mengenakan seragam berdiri dekat pintu masuk sambil membawa buku menu.

"Ada yang bisa dibantu, Kak?" ia bertanya ketika melihat saya sedang membaca menu yang terpasang di jendela kaca.

"Ya, kami mau makan di sini," jawab saya. Saya dan Effie menunjuk nama makanan yang kami minati di menu.

"Untuk menu ramyeon, itu porsinya sangat banyak, Kak. Jadi bisa untuk dua orang. Nanti disediakan mangkok dan peralatan makan," dia menjelaskan.

Kemudian ia mempersilakan kami masuk, apalagi bagian dalam sudah tidak terlihat antrean. Begitu memasuki ruangan, kami disambut ucapan "annyeonghaseyo" dengan pengucapan logat Korea. Seorang pria yang tekstur wajahnya khas Korea yang mengucapkannya. Ia berpakaian kasual. 

Food review Seoul Bunsik Tunjungan Surabaya
Seoul Bunsik di Jalan Tunjungan Surabaya.
Foto oleh @katanieke

Kami dipersilakan memesan langsung di kasir. Selain ramyeon, saya dan Effie tertarik memesan tteobokki. Kasir menjelaskan bahwa tteobokki pedas. Wah, jujur saja, saya orangnya tidak kuat makan makanan pedas. Bertolak belakang dengan Effie. Akhirnya saya pesan gimbab dengan cheddar yang kejunya mantul banget. 

Usai membayar kami diberi sebuah alat berukuran kecil yang akan berbunyi apabila hidangan telah siap. Pengunjung mesti mengambilnya sendiri ke bagian kasir. Sambil menanti, saya dan Effie naik ke lantai dua. Kami memutuskan duduk di sana.

Sekitar lima belas menit, alat kecil itu berbunyi. Saya turun ke bawah mengambil makanan yang kami pesan. Sebelum makan, kami memotret-motret makanan dulu. 

Saya terkesan dengan porsi ramyeon yang benar-benar jumbo. Mangkoknya saja super besar. Rupanya karyawan yang tadi menjelaskan kepada kami tidak hiperbola, tapi realita. Sementara gimbab keju cheddar panjangnya sekitar 30 sentimeter dengan ukuran yang montok. 



Ramyeon sebenarnya pedas. Entah kenapa lidah saya masih bisa toleransi. Kuah ramyeonnya itu segar dan seperti ada rasa kimchinya. Warna kuahnya merah menggoda dengan aroma yang sedap. Sementara gimbabnya pulen. 

Effie memutuskan memesan tteobokki. Ia turun ke bawah. Sekitar lima menit kemudian, ia kembali ke meja sudah dengan membawa sepiring tteobokki di tangannya. Penampakan tteobokki? Huaduh, kuahnya lebih merah daripada ramyeon. Dan memang, tteobokki ini di lidah saya terasa pedas--walau menurut Effie level pedasnya biasa saja. Hahaha. 

Tteobokki di Seoul Bunsik
Tunjungan Surabaya. Foto @katanieke

Saya mengambil tteobokki ke mangkok kecil saya dan menyiramnya dengan kuah ramyeon. Mengaduk-ngaduknya sebentar dengan harapan rasa pedasnya bisa dinetralisir dengan kuah ramyeon. Lalu memasukkan potongan kecil ke mulut. Aha, berhasil. Tteobokkinya jadi tidak pedas!

Saya dan Effie merasa makanan ini cocok di lidah. Entah apakah karena kami juga penggemar drama Korea. Saya juga terkesan dengan pelayanan resto yang cukup sat-set dan karyawan yang sanggup menjelaskan detail menu makanan ke pengunjung.

Kami berencana balik lagi ke Seoul Bunsik untuk mencicip bingsoo--semacam es campurnya atau es telernya Korea.

Seoul Bunsik, Jalan Tunjungan no. 64 Surabaya (sebelah Indomaret). 

Buka pukul 17.00-22.00.


Salam, 

Kata Nieke