Menu

Percik Kata Nieke

Tampilkan postingan dengan label sekedar catatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sekedar catatan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 11 September 2024

Kisah Dua Soetomo, Pahlawan Nasional di Surabaya

Orang kerap keliru mengenali dua nama Soetomo yang namanya tercantum dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Yuk kita telusuri.

Dokter Soetomo (kiri) dan Bung Tomo (kanan).
Foto dari Wikipedia. Diolah dengan Canva.




Seandainya ada portal mesin waktu, ada seorang dokter--yang hidup di era kolonial Belanda--akan menangis kalau membaca berita soal perundungan atas dokter yang menempuh pendidikan tinggi, yang terjadi di masa kini. Apalagi yang menjadi pelaku adalah senior dan rekan sejawatnya sendiri.


Pada masa ia hidup, dokter ini justru berusaha meningkatkan derajat bangsa, mendirikan organisasi yang menjadi cikal bakal kebangkitan nasional. Ia berkarya tak hanya di rumah sakit tapi juga pendidikan. Dia adalah dokter Soetomo, pahlawan nasional. 

Para pelaku perundung yang juga diduga memeras dokter-dokter yang menempuh pendidikan tinggi ini, seharusnya malu. Dokter Soetomo berusaha membebaskan rakyat Indonesia dari penjajahan. Para perundung justru menginjak bangsanya sendiri dengan pemalakan, pelecehan verbal, dan perundungan.

Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono pernah menyatakan ada sekitar 300 kasus dugaan perundungan di lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran di sejumlah universitas di Indonesia. Temuan ratusan kasus itu diperoleh setelah menelisik dari sekitar 1.000 kasus yang pernah dilaporkan ke Kementerian Kesehatan. Dari 1.000 kasus itu, setelah melalui proses verifikasi, tidak semua masuk kategori perundungan. Hasilnya, sebanyak 300 kasus atau 30 persen yang diduga masuk kategori perundungan.

Seandainya benar-benar ada portal mesin waktu seperti dalam film-film multiverse. Apa yang akan dikatakan dokter Soetomo kalau mengetahui perundungan semacam ini terjadi di masa Indonesia telah merdeka?


Soetomo 'yang Tertukar'


Orang kerap keliru mengenali nama Soetomo yang namanya tercantum dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Entah orang keliru menganggap Soetomo yang dokter sebagai Bung Tomo yang berperan dalam peristiwa 10 November di Surabaya. Atau orang menganggap dokter Soetomo dan Bung Tomo adalah satu orang yang sama. Padahal keduanya adalah pribadi yang berbeda serta hidup di era yang berbeda.

Pertama-tama, mari berkunjung ke jejak dokter Soetomo (1888-1938) di Surabaya. Ia pernah bekerja di rumah sakit Centra Burgelijke  Ziekeningrichting (CBZ) atau dikenal sebagai Rumah Sakit Simpang Surabaya. Bangunan rumah sakit itu kini telah berubah menjadi sebuah mal (Plasa Surabaya). Sebagai dokter pemerintah masa itu, dokter Soetomo juga pernah bekerja di rumah sakit di Jawa dan Sumatera.

Makam dokter Soetomo berada di pusat kota Surabaya, di belakang Gedung Nasional Indonesia, Jalan Bubutan Surabaya. Ini adalah wasiatnya untuk dimakamkan di tempat itu. Sementara istri dokter Soetomo dimakamkan di komplek pemakaman Kembang Kuning Surabaya.

Makam dokter Soetomo di belakang Gedung Nasional Indonesia, Jl Bubutan Surabaya.
Foto pribadi @katanieke

Makam dokter Soetomo kerap diziarahi orang.
Foto pribadi @katanieke




Di komplek Gedung Nasional Indonesia itu pula terdapat museum dokter Soetomo. Sebuah bangunan seperti rumah yang terdiri dari dua lantai.

Tak banyak yang tahu dan menyadari keberadaan Museum dokter Soetomo. Letaknya persis di pinggir jalan besar yang menuju ke arah Tugu Pahlawan Surabaya. Ancer-ancernya, setelah mal BG Junction, lurus hingga terlihat kantor Polsek Bubutan. Nah, persis di sebelah kantor Polsek itulah museum dokter Soetomo, makamnya, serta Gedung Nasional Indonesia.

Beruntunglah ada peta Mbah Gugel. Saya tak kesulitan kala mengunjungi tempat itu dengan ojek daring. Dari pinggir jalan Bubutan, terpampang tulisan Gedung Nasional Indonesia. Ketik saja tujuan dengan kata kunci 'Gedung Nasional Indonesia'.

Gedung yang dibangun 11 Juli 1930 ini adalah saksi sejarah bagaimana para tokoh merintis kemerdekaan. Di bagian bangunan yang menjadi museum dokter Soetomo, pengunjung bisa menyusuri riwayat hidup salah satu tokoh kebangkitan nasional ini.

Museum dibuka pukul 8 pagi hingga 3 sore. Untuk mengatur kunjungan dan pemesanan tiket bisa melalui pelayanan digital museum dokter Soetomo. Namun bisa juga datang langsung. Nanti di sana--sebelum masuk museum--bisa memesan tiket secara daring di situs resmi tiket wisata Surabaya. 

Saya tiba di sana sebelum tengah hari, sekitar pukul 10 pagi. Lumayan, masih sepi. Ada pengunjung dua orang saja. 



Soetomo, dokter Pendiri Boedi Oetomo



Boedi Oetomo atau Budi Utomo adalah organisasi pergerakan pertama untuk mencapai kemerdekaan di Indonesia. Tanggal berdirinya organisasi ini, yakni 20 Mei 1908, diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Awalnya organisasi ini hanya beranggotakan golongan priyayi, seiring waktu membuka diri terhadap golongan non-priyayi.

Wahidin Soedirohoesodo adalah penggagasnya yang membawa konsep ini kepada para pelajar STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen), sekolah kedokteran untuk pribumi. Salah satu pelajar STOVIA itu adalah Soetomo, yang kemudian menjadi Ketua.

Tokoh-tokoh lainnya yang menjadi anggota Budi Utomo antara lain Ki Hadjar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, Tirto Adhi Soerjo, Pangeran Ario Notodirodjo, Raden Adipati Tirtokusumo. 


Ada Apa di Museum dokter Soetomo


Museum dokter Soetomo diresmikan Tri Rismaharini semasa menjadi Wali Kota Surabaya pada November 2017. Bangunan yang terdiri dari dua lantai ini menyimpan foto-foto dokter Soetomo dengan tokoh-tokoh pergerakan, istrinya Everdina Broering, serta alat-alat kesehatan yang pernah digunakan. Seperti mikroskop, buku, dan tas kerja, ini asli milik dokter Soetomo. 

Ada juga meja dan kursi kuno yang pernah berada di ruang tamu rumah dokter Soetomo semasa hidup. Perabotan rumah itu asli. 

Sementara itu yang berupa replika adalah ruang kerja dokter Soetomo sewaktu menjadi dokter spesialis di rumah sakit CBZ Simpang Surabaya.


Replika ruang kerja dan peralatan dokter Soetomo. Beberapa alat kesehatan ada yang asli.
Foto pribadi @katanieke



Pengunjung museum juga bisa menelusuri jejak kisah cinta dokter Soetomo dengan perempuan Belanda, Everdina Broering, perawat rumah sakit di Blora, Jawa Tengah. Blora terletak di bagian paling timur Jawa Tengah, berbatasan dengan Jawa Timur.

Hubungan asmara ini kontraversial pada masanya, ditentang dari dua pihak. Pertama dari keluarga Everdina yang dari kalangan Belanda. Kedua, dari teman-teman pergerakan dokter Soetomo. Namun Soetomo dan Everdina mampu melewati batasan 'tembok yang dianggap tinggi' itu. Mereka kemudian menikah pada 1917.

Perkawinan keduanya tidak membuahkan keturunan. Everdina meninggal pada Februari 1934. Soetomo tidak menikah lagi. Empat tahun kemudian, pada 30 Mei 1938, Soetomo meninggal di Surabaya. Soetomo diangkat sebagai pahlawan pada 1961.

*


Komplek Tugu Pahlawan Surabaya dan Museum 10 November.
Foto kiri: Tugu Pahlawan (dokumen @katanieke)
Foto kanan: Bung Tomo (dari Wikipedia)
Diolah dengan Canva.




Jejak Bung Tomo di Museum 10 November Surabaya

Dari Museum dokter Soetomo di Jalan Bubutan, yuk bergerak ke arah Tugu Pahlawan, Jalan Pahlawan Surabaya. Jaraknya hanya 500 meter saja. Di komplek Tugu Pahlawan itulah Museum 10 November berada. Museum ini buka dari jam pagi sampai 3 sore. Tiket masuk cuma Rp 8 ribu saja. 

Mari menelusuri jejak Sutomo atau Bung Tomo (1920-1981). Pengunjung bisa mendengar rekaman pidato Bung Tomo yang menggetarkan dengan semboyannya "Merdeka atau Mati" di museum ini. Orasinya yang tersiar di radio menggerakkan warga untuk turun ke jalan untuk melawan tentara Inggris. Rekaman pidato Bung Tomo bisa didengarkan di lantai 1 museum. Tepatnya di bagian diorama.


Lantai 1 Museum 10 November.
Foto pribadi @katanieke



"Lebih baik kita hancur lebur dari pada tidak merdeka. Semboyan kita tetap: Merdeka atau mati,” terdengar suara Bung Tomo yang sedang berorasi.

Untuk mendengarkan rekaman pidatonya, pengunjung cukup menekan tombol. Lalu terdengar pidato Bung Tomo yang berapi-api. Bikin merinding dan membuat pengunjung seperti terlempar ke masa itu. 

Keterangan di dekat diorama rekaman suara Bung Tomo di Museum 10 November.
Foto pribadi @katanieke



Museum 10 November diresmikan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang kala itu menjadi presiden pada Februari 2000. Segala sesuatu yang menyangkut peristiwa bersejarah Pertempuran 10 November ada di museum ini. Termasuk senjata-senjata yang dipakai rakyat Indonesia seperti keris, pisau, pistol, dan senapan.

Pengunjung juga bisa menyaksikan dokumenter ringkasan kisah Pertempuran 10 November dalam bentuk film. Ada ruang teater mini yang memutarnya pada jam-jam tertentu.

Sebenarnya jejak Bung Tomo di Surabaya juga ada di sebuah rumah di Jalan Mawar Surabaya, yang disebut sebagai Rumah Radio. Sayangnya, rumah itu telah dirobohkan pada 2016. Sayang sekali, padahal rumah yang juga jadi Markas Radio Barisan Pemberontakan Republik Indonesia (RBPRI) itu sangat sarat nilai sejarah.


Bung Tomo lahir di Kampung Blauran Surabaya pada Oktober 1920. Ia anak sulung dari Kartawan Tjiptowidjojo, seorang priyayi. Dari pernikahan Bung Tomo dengan Sulistina, lahirlah Bambang Sulistomo.

Bung Tomo menjadi wartawan sejak usia 19. Ia bekerja untuk harian Soeara Oemoem, harian berbahasa Jawa Ekspres, mingguan Pembela Rakyat dan majalah Poestaka Timoer. Pada 1944, Sutomo terlibat di bidang sosial politik. Pada Oktober 1945 hingga 1947, Sutomo memimpin Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI). 

Bermula dari sinilah, Bung Tomo kemudian menjadi salah satu tokoh dalam Pertempuran 10 November 1945. Sebuah peristiwa yang kini diperingati sebagai Hari Pahlawan.


Komplek Tugu Pahlawan Surabaya.
Foto pribadi @katanieke



Setelah Indonesia merdeka, Sutomo pernah menjadi Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata. Ia juga  merangkap Menteri Sosial Ad Interim di era Kabinet Burhanuddin Harahap. 

Pada 1955, Sutomo pernah jadi  anggota Dewan Perwakilan Rakyat melalui Partai Rakyat Indonesia. Dari era Presiden Sukarno dan Soeharto, Sutomo aktif di politik dengan menyampaikan kritik-kritiknya. Hingga pada masa Presiden Soeharto, atau tahun 1978, Sutomo ditahan. Setelah keluar dari penjara, ia mundur dari dunia politik. 

Sutomo meninggal saat menjalankan ibadah haji tahun 1981. Jenazah dibawa pulang ke Indonesia dan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Ngagel, Surabaya. Pada 2008, Bung Tomo ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional.

*

Nah, setelah menelusuri jejak dua tokoh penting dalam sejarah Indonesia, semoga ingatan kita tentang dokter Soetomo dan Sutomo-Bung Tomo tidak tertukar lagi ya.



Salam hangat, 
Nieke Indrietta

Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI.



Referensi:

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240903164008-20-1140565/wamenkes-ada-300-laporan-kasus-bullying-dokter-di-universitas-ri

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Boedi_Oetomo

https://esi.kemdikbud.go.id/wiki/Soetomo

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sutomo

https://esi.kemdikbud.go.id/wiki/Sutomo






Rabu, 04 September 2024

Konten Flexing, Dicaci Sekaligus Dicari

Konten flexing, dicaci karena pamer kemewahan kontras dengan kondisi sosial masyarakat. Namun juga dicari, dianggap motivasi mencapai mimpi.


Minggu, 30 Oktober 2022

Perubahan Iklim dan Resesi Ekonomi

Isu lingkungan kerap diabaikan demi kepentingan ekonomi. Padahal, perubahan iklim bisa mempengaruhi perekonomian. 

Langit kota Jogja dari Taman Sari.
Ilustrasi perubahan iklim. Foto: Nieke

Jumat, 14 Oktober 2022

Jogja, Bagiku adalah 'Rumah' Kedua

Sekadar cerita tentang Jogja, yang bagiku sudah menjadi rumah kedua.



Jumat, 09 September 2022

Menulis Review Produk Tanpa Terjerat UU ITE

Bagi kamu yang hobi kulineran dan jalan-jalan, biasanya tak ketinggalan menuliskan review. Bagaimana cara menulis review yang tidak berujung somasi?

cara menulis review produk
Cara menulis review tanpa disomasi dan digugat UU ITE. Foto: @katanieke desain Canva

Selasa, 26 Juli 2022

3 Hal Penting Ketika Menonton Bareng Anak Kecil di Bioskop

Apa yang harus dilakukan agar bisa nyaman nonton sepanjang film--dalam artian kita tidak mengganggu penonton lain sekaligus nyaman untuk diri sendiri?

agar nyaman saat nonton bioskop bersama anak
Etika menonton di bioskop.

Minggu, 03 Juli 2022

Menghapus Stigma Penyandang Disabilitas dan Eks-Penyandang Kusta di Dunia Kerja

Benarkah Para Games bisa menghapus stigma penyandang disabilitas? Bagaimana difabel dan eks-penderita kusta bisa masuk ke sektor kerja formal?  

rehabilitasi sosial untuk memberdayakan eks-kusta dan penyandang disabilitas
Eks-penderita kusta dan penyandang disabilitas punya hak bekerja
yang dijamin dalam Undang-undang Penyandang Disabilitas.

Minggu, 22 Mei 2022

5 Buku yang Menginspirasi dan Meningkatkan Kemampuan Menulis

Mumpung masih momentum Hari Buku Nasional pada 17 Mei, saya ingin membagikan 5 (lima) buku yang pernah saya baca dan menginspirasi. 

Rekomedasi buku meningkatkan skill menulis
Rekomendasi buku yang menginspirasi menulis.

Sabtu, 02 April 2022

Rekomendasi Buku untuk Memperkaya Diksi: Bahasa! Terbitan Tempo

Pernah bingung, menggunakan kata 'pasca' atau 'paska'? Buku Bahasa! yang memuat pemikiran para penulis di level suhu ini bakal membuka wawasan kita.

Buku Bahasa! terbitan Pusat Data Analisa Tempo
Buku Bahasa! Kumpulan Tulisan di Majalah Tempo.
Foto: @katanieke

Jumat, 26 Februari 2021

Pulih dari Masalah Kesehatan Mental, Bebas dari Mental Korban

Buku Pulih mendobrak stigma negatif tentang kesehatan mental. Tak sekadar cerita luka, tapi bagaimana menyembuhkan jiwa.

Buku Pulih, Komunitas Ibu-ibu Doyan Nulis.


Senin, 01 Februari 2021

Nostalgia Lagu 1990-an Bertema Blok Barat dan Timur

Bapak saya punya cara unik mengenalkan cerita sejarah dunia kepada saya. Lewat film dan lagu. Ini salah satu kisahnya.

Jumat, 09 Oktober 2020

Kesalahan Blogger Saat Menulis Review Produk

Menulis review di blog itu sebaiknya hard selling atau soft selling sih? 

Seluk beluk review produk di blog
Foto: Nieke

Jumat, 14 Agustus 2020

Puntung Api di Tengah Pandemi

Perokok berisiko tinggi terkena Covid-19. Inilah alasan kenapa cukai rokok perlu naik di tengah pandemi. 

perlukah cukai naik di era pandemi
Kredit foto: Nieke

Kamis, 06 Agustus 2020

5 Bahasa Cinta Menjalin Hubungan Anti Baper

Pernahkah merasa, orang sekitarmu menghujanimu hadiah tapi kamu tetap merasa tak dikasihi? Barangkali bahasa cinta yang kamu butuhkan, dengan yang ia berikan, berbeda. Ketahui 5 bahasa cinta ala Gary Chapman.


Five Love Language, review buku Gary Chapman


Selasa, 29 Oktober 2019

3 Faktor Penentu Keberhasilan Terapi Kanker Payudara

"Ada benjolan di payudaraku,” ucap Budhe tak hanya pada saya, tapi juga ibu saya, dan para Budhe lain di sebuah kamar, saat kami bertemu dalam sebuah acara keluarga di Semarang, dua tahun lalu.

Saya terhenyak. “Budhe, periksakan ke dokter ya, wajib itu,” kata saya, yang juga ditimpali kalimat senada oleh para Budhe yang lain. 

“Ah tapi aku takut nanti gimana-gimana,” ujarnya.
dokter Bob dari RS Onkologi Surabaya dan Endri Kurniawati penyintas kanker
payudara saat kampanye kesadaran kanker payudara. Foto oleh @katanieke

Senin, 15 Juli 2013

Happy Birthday, Malala!


ngintip isi blog Malala


Gadis ini namanya Malala Yousafzai. Baru aja merayakan ulang tahunnya yang ke-16, pada 12 Juli kemarin. Tepat di hari ultahnya, di usianya yang masih belia, dia sudah berpidato di Majelis Umum PBB. Keren ya!

Ini kutipan pidatonya:

"...Ada yang mengatakan pulpen lebih perkasa dari pedang. Itu benar. Para ekstremis lebih takut pada buku dan pena. Kekuatan pendidikan menakutkan mereka. Mereka takut pada perempuan, kekuatan suara perempuan menakutkan mereka....

Rabu, 20 Juli 2011

Dunia Anak


Keindahan berbicara dengan anak-anak adalah imajinasinya.
Kesalahan orang dewasa adalah buru-buru meralat imajinasi anak dengan logika.

Selasa, 19 Juli 2011

Menertawakan Versus Merayakan Keunikan





Perempuan itu jelita, sungguh. Semampai, standar supermodel, langsing, rambut berombak tergerai. Dia pemenang kontes ratu kecantikan di Indonesia. Sebut saja namanya Cinderella.

Aku membaca kisahnya di koran di meja kubikelku pagi ini. Siapa menyangka, perempuan yang pernah mewakili kontes ratu kecantikan sejagad ini, semasa kecilnya pernah menjadi korban "bullying." Omong-omong, aku belum menemukan istilah "bullying" yang tepat dalam Bahasa. Tapi, artinya kira-kira perbuatan tidak menyenangkan secara fisik dan mental oleh sekelompok orang tertentu terhadap orang lain. Korban biasanya orang yang dianggap "berbeda" dengan orang lain pada umumnya.

Jadi begitulah, supermodel ini mendapat julukan "gendut". Ia tersiksa dengan label "gendut" sampai-sampai berusaha kurus dengan cara apa saja. Hingga ia mengidap anoreksia. Seiring usia, untungnya, ia menyadari citra dirinya: ia berharga. Kalau tidak, tentu tak bakal jadi ratu kecantikan. Mungkin, kamu pernah juga mengalami hal yang sama. Atau, kamu lagi di-"bully"? Atau bisa juga, kamu justru menjadi pelaku "bully"? Kalau iya, simak ini baik-baik.


Selasa, 28 September 2010

Apakah Tuhan Ada di Sana?






Ke mana kamu akan mencari Tuhan? Pada agama? Salah. Tuhan nggak ada di agama. Agama cuma memuat aturan. Agama nggak pernah bikin manusia lebih baik. Agama menciptakan manusia untuk menjadi agamawi

Kamu pergi mengembara ke seluruh dunia, mencicipi tiap teguk ajaran agama. Tapi hidupmu tak berubah juga.

Agama nggak pernah bikin manusia menjadi lebih baik. Agama membuat orang berpikir dirinya sudah benar, menjadi agamawi. Mengira hubungan manusia dengan Tuhan hubungan yang vertikal.

Jadi, kemana mencari Tuhan, kalo Dia nggak ada di agama? Tuhan cuma ditemukan kalo hatimu bener-bener kangen sama Dia. Tuhan cuma bisa ditemukan lewat hubungan. Seperti seorang anak dengan bapaknya. Ada kedekatan. Ada hubungan dari hati ke hati. Kamu tau isi hatiNya. Dia? Oh, Dia tentu saja sudah kenal kamu sejak dulu. Dia tau isi hatimu. Dia tau saat kamu meringkuk di tempat tidurmu. Menangis. Saat kamu merasa hatimu hampa dan nelangsa.

Pertanyaannya bukan, kamu punya agama nggak. Tapi: apakah kamu mempunyai hubungan dengan Tuhan? Kamu bisa punya agama, tapi nggak punya hubungan sama Dia. Nggak kenal Dia.


Apakah kamu pernah mengalami perjumpaan yang pribadi dengan Tuhan?

Cuma itu yang bisa mengisi satu ruang kosong di dalam hatimu.


***


Sabtu, 29 Mei 2010

Cerita Tentang Payung Tua


Payung tua lusuh, berwarna biru. Apa dia tidak bisa beli yg baru? Sengat matahari menembus lubang. Apa pedagang ini tak punya uang? Kusut masai muka payung. Laki-laki itu tidak pasang muka murung. (Tentang pedagang minuman depan Starbucks Melawai Blok M, Jumat pagi, 28 Mei 2010)







Pagi-pagi aku sudah nyangkruk di depan Starbucks Melawai. Bukan, aku tidak berniat minum kopi di kedai itu. Pasalnya, Lindian mengirim pesan pendek padaku.

Tidak usah ke Kuningan. Kamu tunggu aja di Starbucks Melawai, nanti aku jemput di situ.

Arlojiku menunjukkan pukul 09.15. Perkiraanku, Lindi sampai sekitar 09.30. Kami akan mengunjungi sebuah panti asuhan hari ini. Aku tiba lebih awal. Masuk ke supermarket dengan brand nama Jepang, yang letaknya di samping kedai kopi. Matahari pagi hangat, tapi cukup membuatku meleleh. Tenggorokan kering. Aku membeli minuman untuk melepas dahaga. Belum lagi, naga-naga dalam perutku tiba-tiba bernyanyi. Aku menyempatkan diri mampir membeli sepotong croisant dan tiga potong donat di kedai kue, yang masih berada di satu gedung dengan kedai kopi dan supermarket.

Telepon selulerku berdering. Suara Lindi di ujung. "Nik, kita udah dekat. Tunggu yah."

Aku buru-buru membayar kueku. Melangkah ke teras. Menoleh kiri kanan, mencari mobil yang akan menjemputku. Lalu pandanganku terantuk pada laki-laki setengah baya di halaman parkir. Seorang pedagang kaki lima yang menjual minuman kemasan dan botol. Ia baru saja membuka warungnya. Mengangkat kotak penyimpan minuman. Membuka payung lusuh yang sudah compang-camping.

Aku tercekat. Lama aku menatapnya.

Payung itu, sungguh, sudah sangat tidak layak dipakai. Robek pada bagian tengah, lantas, apalagi fungsinya? Sudah tak dapat lagi digunakan untuk melindungi dari sengatan matahari dan deru hujan. Selayaknya payung itu dibuang. Warnanya pun sudah tak jelas lagi.

Kenapa laki-laki itu tetap memakai payung rombeng itu? pikirku.

Telepon selulerku kembali berdering. Masih Lindi yang berbicara. "Nik, kita salah ambil jalan. Kita jadi muter dulu."

Aku melirik arloji. Tak terasa waktu sudah berlari hingga pukul 10. Matahari sudah tak lagi menyapa hangat. Sinarnya nyolot malah. Bulir-bulir keringat menetes di dahi. Aku memutuskan menunggu di dalam. Menikmati sejuknya pendingin ruangan.

Tapi pikiranku masih tertuju pada pemilik payung lusuh itu. Kenapa bapak itu tetap memakainya? Kenapa dia tak menggantinya dengan yang baru? Harga payung toh tak terlalu mahal. Apakah payung itu pemberian seseorang? Lihat, bahkan payung itu tak bisa melindunginya dari sinar sang surya. Dan sekian kenapa bermain-main dalam benakku.

Ingin kuhampiri bapak itu dan bertanya tentang payungnya. Mungkin aku bisa sambil membeli sebotol minuman teh. Terus aku akan menanyakan alasannya mempertahankan payung rombeng itu. Baru saja aku hendak melangkah, telepon selulerku kembali berdering. Lindi. Dan mobil sedan itu sudah masuk ke parkir. Jendela terbuka, penumpangnya melambaikan tangan padaku.

Aku berlari masuk mobil. Selintas, mencuri pandang pada payung lusuh itu. Sampai menghilang dari pandangan mata. Masih meninggalkan pertanyaan dalam benakku.

Pak, kenapa tak kau ganti payungmu?




Jakarta, 28 Mei 2010
Nieke Indrietta