Suasana Rumah Pintar Astra di KBA Keputih, Sukolilo, Surabaya. Foto oleh Nieke. |
Suasana permukiman KBA Keputih yang asri. Foto oleh Nieke. |
Suasana KBA Keputih. Foto oleh Nieke. |
Lorong kampung KBA Keputih dihiasi mural. Foto oleh Nieke. |
Di dalam, tampak sejumlah warga sedang berlatih merebus jamur tiram putih, yang hendak mereka kembangkan menjadi produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UKM). Di dinding bangunan satu ruangan itu terdapat hiasan balon dan pita-pita bertuliskan selamat ulang tahun. Belakangan, saya diberi tahu kalau balai itu digunakan warga tak hanya untuk pelatihan dan pertemuan warga saja, tapi juga untuk perayaan ulang tahun anak-anak kampung. Hiasan di dinding itu disiapkan untuk pesta ulang tahun anak kampung pada sore harinya.
Pesta ulang tahun di Rumah Pintar Astra. Foto oleh Nieke. |
Kampung Berseri Astra Keputih terdiri dari tiga Rukun Tetangga, yakni RT 3, RT 4, dan RT 8 Rukun Warga (RW) 8 Kelurahan Keputih--yang terakhir ini baru bergabung pada 2016. Suratmo, ketua RT 8 mengaku banyak perubahan terjadi sejak wilayahnya dimasukkan ke dalam program KBA Keputih. Tak cuma dalam hal gaya hidup dan lingkungan yang bersih dan sehat, tapi juga perekonomian warga.
"Dulu banyak warga yang profesinya pemulung, sekarang mereka beralih menjadi penjahit, buka jasa laundry, dan usaha sendiri seperti bikin kerupuk," kata Suratmo, 26 Desember 2018.
Kampung Astra di Keputih ini diresmikan dua kali. Pertama, saat pertama kali diluncurkan sebagai Kampung Berseri Astra pada 2014. Kedua pada 2017, peresmian Kampung Berseri Astra Keputih sebagai desa yang akan menuju Desa Sejahtera Mandiri oleh Khofifah Indar Parawansa yang kala itu menjabat Menteri Sosial.
Perjalanan warga KBA Keputih untuk menjadi warga yang berdaya mengalami banyak tantangan. Tri Priyanto, warga yang menjadi Koordinator KBA Keputih mengatakan PT Astra International Tbk masuk pada 2013 diawali dengan program lingkungan penghijauan. "Merintis untuk menjadi Kampung Berseri Astra," ucapnya, 26 Desember 2018.
Astra memberi bantuan berupa sekitar 6.000 jenis tanaman terong, tomat, dan cabe. Maka dibuatlah zona tanaman terong, cabe, dan campuran ketiga jenis di kampung tersebut. Sebelumnya, warga hanya menanam tanaman hias. Malah aneka tanaman hias yang menghijaukan permukiman itulah yang mengantarkan kampung tersebut menyabet beberapa penghargaan kampung Green and Clean yang diselenggarakan pemerintah kota Surabaya--jauh sebelum Astra terlibat dalam pengembangan kampung.
Saat merintis menjadi KBA, Tri melanjutkan, kondisi kampung belum memiliki pasokan air seperti sekarang. PDAM belum masuk lantaran tanah yang dihuni itu merupakan tanah negara. Astra membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dari air bekas wudhu di mushola kampung. Air itu diolah kembali sehingga bisa digunakan untuk menyiram tanaman. Selain itu, juga ada Water Treatment Plant yang sumbernya berasal dari sungai di belakang permukiman. Airnya dialirkan melalui pipa ke rumah warga. "Semacam PDAM mini, tiap rumah ada meteran," ucap Tri.
Program zona tanaman itu awalnya berkembang baik. Namun sayang, berikutnya tidak menunjukkan hasil yang menyenangkan. "Tumbuh tapi keriting, sehingga tidak bisa dipanen," ujar Tatik, istri Tri, yang juga menjadi penggerak kampung dan kader di bidang kesehatan.
Tri Priyanto, Koordinator KBA Keputih. Foto oleh Nieke. |
Sekitar 2016, warga menjajal budidaya markisa yang diharapkan bisa menjadi hasil produk UMKM. Dibuatlah semacam rotan-rotan yang melintang di tiap gang untuk tumbuhan merambat tersebut. Astra juga membuatkan gapura dari besi. Harapannya, warga bisa memproduksi dan menjual sirup markisa. Sebenarnya warga sudah mencapai tahap bisa memproduksi markisa. Sayangnya untuk mencapai tahap pemasaran yang dikehendaki Astra, butuh produksi dalam jumlah besar. Hasil markisa warga belum bisa memenuhi besaran itu.
Program lainnya yakni Bank Sampah dan Rumah Kompos. Tri menjelaskan, warga memilah sampah kering untuk dijual ke Bank Sampah. Warga pun memiliki 'rekening' Bank Sampah. Sedangkan jenis sampah basah atau yang bisa diolah menjadi kompos disetor ke Rumah Kompos. Sisanya yang tak memiliki nilai produksi, dibuang ke depo sampah. Di Rumah Kompos, terdapat mesin pencacah, ayakan, dan mixer sumbangan dari Astra sebagai bagian dari program KBA.
Gapura dari rotan yang melintang di atas ditanami markisa. Foto oleh Nieke. |
Cita-citanya, Rumah Kompos ini bisa menjadi pabrik kompos skala UMKM. Untuk itulah, warga bekerja sama dengan rumah kompos di Bratang, Surabaya yang sudah terlebih dahulu berhasil jadi pemroduksi kompos. Rupanya bintang keberuntungan belum berpihak. Rumah Kompos KBA Keputih dinilai warga tidak bisa berfungsi maksimal. "Mesin pencacahnya terlalu kecil, sehingga ranting sering tersangkut," tutur Tri. Padahal, ranting adalah salah satu bahan baku untuk membuat kompos.
Bank Sampah di KBA Keputih. Foto oleh Nieke. |
*
Semangat warga untuk maju patut diacungi jempol, meski mengalami banyak hambatan. Sejak 2016, warga mencoba peruntungan budidaya jamur tiram putih. Rumah Jamur terdiri dari satu ruangan sekitar 4x5 meter dengan dinding dari papan bambu. Ruangan itu tertutup dan tak ada sinar matahari. Saat saya masuk, udara terasa begitu lembab. Di dalamnya terdapat ratusan baglog, yakni semacam botol yang digunakan untuk budidaya jamur. Baglog itu ditata berjejer di atas rak-rak dari kayu.
Baglog jamur yang ditata di rak di dalam Rumah Jamur KBA Keputih. Foto oleh Nieke. |
Awalnya, warga membeli baglog beserta bibitnya baru kemudian ditumbuhkan. Tak semua upaya pada masa awal budidaya jamur itu berhasil. Nilai jualnya juga baru sedikit. Hasil panen jamur tiram putih yang tak banyak itu dijual ke warga kampung yang kemudian mengolahnya menjadi kerupuk, pentol jamur, dan makanan botok.
Hari Subijanto di antara rak-rak di dalam Rumah Jamur KBA Keputih. Foto oleh Nieke. |
Lantaran itulah, warga meminta pelatihan dari Astra. Kemudian budidaya jamur ini masuk dalam program kewirausahaan KBA. Sebanyak 15 orang warga--tiap RT diwakili lima orang--mengikuti pelatihan yang telah dimulai sejak pertengahan Desember 2018.
Pelatihan yang meliputi tahap pembibitan jamur hingga pemasaran produk jamur tersebut baru mencapai tahap awal, yakni berlatih membuat bibit jamur. Warga memang disarankan membuat sendiri bibit jamur dan bukannya membeli bibit yang sudah jadi untuk menekan biaya produksi. Butuh waktu sekitar empat minggu sejak proses pembibitan hingga panen pertama. Dari satu baglog, bisa panen jamur sebanyak sembilan kali.
Surati, warga RT 3 yang mengikuti pelatihan budidaya jamur mengaku senang bisa terlibat. "Insya Allah berguna, meski sebagai ibu rumah tangga agak repot. Ini bisa ikut karena pas musim libur sekolah," tuturnya. Ia mengakui proses budidaya jamur memang rumit, namun ia bisa mengikuti pelatihan dengan baik. "Gampang memahaminya, walau rumit prosesnya."
Rumah Jamur eksisting di KBA Keputih. Foto oleh Nieke. |
Tri makin optimistis dengan budidaya jamur apalagi setelah mendapat sinyal kepastian dari Astra soal perubahan Rumah Kompos jadi Rumah Jamur yang baru. Tempat itu, menurut dia, lebih ideal untuk pengembangan jamur karena lebih luas. Ruangannya sekitar 5x12 meter. Tri menilai cukup untuk ditempati sebanyak 4.000 baglog. Sedangkan sisa 1/4 ruangan tersebut bisa menjadi gudang penyimpanan.
Rumah Jamur eksisting, kata Tri, pengembangannya tak bisa maksimal lantaran ruangan tak bisa mendukung kebutuhan suhu yang lebih lembab dan sulitnya pengadaan baglog. Dengan adanya Rumah Jamur baru, ia memperkirakan, sedikitnya 2.000 baglog sudah bisa memberikan hasil. "Itu bisa panen sekitar 10 kilogram," Tri berujar.
Dari penjualan jumlah itu, Tri memprediksi, ada sisa laba sebanyak Rp 50 ribu per hari atau Rp 1,5 juta dalam sebulan. Kalau warga KBA Keputih bisa memiliki tiga Rumah Jamur, bisa menghasilkan Rp 4,5 juta sebulan. "Itu sudah di luar biaya operasional," ujarnya.
Jamur tiram putih yang siap dipanen. Foto oleh Nieke. |
***
Zona tanaman toga di KBA Keputih. Foto oleh Nieke. |
Perjalanan KBA Keputih menjadi warga yang mandiri mengalami pasang surut. Penyebabnya banyak hal, tak hanya soal keterbatasan keahlian dan sumber daya manusia, dana, serta cuaca. Berikut beberapa hal yang perlu menjadi sorotan dan dicari solusinya agar KBA Keputih--yang ibarat bunga ini--tak layu sebelum berkembang. Pencarian solusi tentu mesti melibatkan pemerintah dan masyarakat.
1. Isu Relokasi
Warga KBA Keputih sempat resah lantaran isu relokasi dan masalah status tanah yang dihuni warga. Ada wacana yang beredar bahwa wilayah itu akan terkena imbas proyek Jalur Lingkar Luar Timur Surabaya. "Semangat warga untuk mengembangkan kampung sempat turun," kata Tri.
2. Pasokan Air Bersih
Belakangan, air PDAM akhirnya mencapai warga KBA Keputih, walau hanya sampai di mulut gapura kampung. Pemipaan PDAM masuk melalui program Master Meter untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Sebelumnya terkendala status tanah KBA Keputih yang adalah tanah negara. Warga cukup senang air PDAM akhirnya bisa masuk kampung. Namun air PDAM hanya mengalir lancar pada tengah malam dan dini hari.
Tri menjelaskan, ia sudah berkomunikasi dengan PDAM mengenai hal ini dan penjelasannya adalah tanah menuju ke kampung posisinya menanjak. Kendalanya merupakan hal yang bersifat teknis kondisi alam. Akibatnya air dalam pipa tak bisa langsung mengalir dan butuh waktu untuk mencapai ke atas. Hanya warga yang memiliki tandon yang bisa menampung air PDAM dalam jumlah banyak. Warga lainnya, memenuhi kebutuhan airnya dari IPAL bekas air wudhu, Water Treatment Plant, atau membeli air jeriken Rp 15.000 per jeriken. Warga berharap kendala teknis pengaliran air dari PDAM bisa teratasi sehingga lebih lancar.
3. Rumah Pintar
Rumah Pintar awalnya merupakan bangunan balai RT satu tingkat. Setelah menjadi KBA, bangunan itu dibangun jadi dua tingkat. Lantai satu untuk pertemuan warga, lantai dua untuk ruang baca dan belajar komputer. Rumah Pintar memiliki tiga sentra yakni sentra komputer, sentra eduksi dan permainan anak, serta sentra audio visual. Sebagai sentra edukasi misalnya melatih ibu rumah tangga membuat kerajinan dari bahan sampah. Sedangkan sentra audio visual misalnya melatih anak dan remaja membaca puisi, menyanyi, dan menari.
Rumah Pintar Astra di KBA Keputih. Foto oleh Nieke. |
PAUD yang sudah ada di kampung saat ini merupakan milik sebuah yayasan agama. Tri berharap, ada PAUD semacam sekolah negeri sehingga juga bisa menampung aspirasi warga nonmuslim.
*
Profil KBA Keputih
Kampung Berseri Astra (KBA) merupakan program tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) Astra. Konsep pengembangan kampung meliputi empat program yang terintegrasi yaitu pendidikan, kewirausahaan, lingkungan, dan kesehatan.
Tiga RT di RW 8 Kelurahan Keputih menjadi KBA Keputih yakni RT 3, 4, dan 8. Penduduk KBA Keputih merupakan warga prasejahtera yang mayoritas bekerja sebagai buruh harian dengan penghasilan Rp 80 ribu - 100 ribu per hari.
Sudut kampung dihiasi beraneka tanaman. Foto oleh Nieke. |
Kampung ini beberapa kali menjuarai penghargaan Surabaya Green and Clean--bahkan sejak sebelum menjadi Kampung Berseri Astra (KBA). Prestasi makin kinclong setelah warganya mendapat pelatihan dari Astra. Pada 2013 memenangkan kategori pemula sebagai Kampung Paling Berbunga. Pada 2014 dan 2016, meraih penghargaan Partisipasi Warga Terbaik. Pada 2015, gelar Pengelolaan Lingkungan Terbaik disematkan. Kemudian pada 2017, dinobatkan sebagai kampung yang punya pengelolaan IPAL terbaik.
***
Nieke Indrietta
***
Nieke Indrietta