(Kamu sudah tahu kan, kita bisa lapor ke 112)
"Opone, monyet sing kelayapan ndek kampung kene, tha?"
(Soal apa nih? Monyet yang berkeliaran di kampung sini ya?)
"Iyo. Telpon ae nang 112."
Instagram Call 112 Surabaya. |
Sebenarnya penyelamatan binatang bukan merupakan bagian dari Layanan Tanggap Darurat 112. Namun operator dan petugas di layanan tersebut kemudian menjadi penghubung ke dinas dan lembaga terkait. Stiker layanan 112 tersebar di mana-mana, di tiap kampung, RT, dan RW.
Warga Surabaya sering menjadikan Command Center 112 sebagai jalur pengaduan ketika menghadapi masalah perkotaan, kebakaran, dan kriminalitas. Layanan yang diresmikan sejak Juli 2016 tersebut bermarkas di gedung Siola, Jalan Tunjungan. Di kantor tersebut, terdapat ruang kendali dengan beberapa layar yang menampilkan apa yang disorot kamera CCTV yang tersebar di kota. Semacam surveillance. Ini merupakan bagian dari implementasi konsep Smart City di Surabaya.
Instagram Command Center 112. |
"Kita harus punya cara supaya orang bisa mengingat kalau ada masalah," kata Wali Kota Tri Rismaharini, ketika diwawancarai Channel News Asia. Tak heran, jika kemudian kota-kota lain di Indonesia kemudian belajar dari Surabaya mengenai penerapan Smart City atau konsep kota cerdas.
*
Aplikasi Penanganan Sampah
Respon masyarakat atas Bus Suroboyo juga bagus. Animo warga terlihat pada puncaknya pada hari libur dan akhir pekan. Sabtu dan Minggu, orang rela mengantre demi naik Bus Suroboyo, baik bus reguler maupun yang tingkat. Tak hanya untuk jalan-jalan di hari libur, pada hari biasa juga banyak yang memanfaatkan transportasi itu. Nah, jika satu bus reguler mengangkut 67 penumpang, kalikan dengan jumlah sampah yang disetorkan. Pada bulan Juli lalu, rata-rata penumpang bisa mencapai 2.000 orang dalam sehari. Bayangkan betapa banyaknya sampah plastik yang terkumpul.
Keberadaan Bus Suroboyo bisa memotivasi warga Surabaya untuk memilah sampah minuman kemasan plastik. Sehari-hari, kita belum terbiasa memilah sampah organik dan non-organik. Menengok ke kampung-kampung, umumnya sampah dicampur begitu saja. Tapi ketika diiming-imingi naik bus gratis keliling kota cuma membayar sampah plastik, warga langsung berbondong-bondong bawa sampah plastiknya.
Berdasarkan data Komunitas Nol Sampah Surabaya, sampah plastik dari sekitar 3 juta penduduk Surabaya bisa mencapai 400 ton sehari. Sementara jumlah bank sampah hanya 350 unit. Jangankan sampah plastik, untuk sampah jenis lainnya saja jumlah bank sampah itu terlalu sedikit untuk bisa mencakup.
Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain:
1. Menambah jumlah bank sampah di seluruh penjuru kota Surabaya
Keberadaan bank sampah tak hanya mengatasi permasalahan soal sampah, tapi juga bisa memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Warga tak hanya jadi bisa memilah sampah, tapi juga mengolah sampah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis. Keberadaan bank sampah juga bisa membuat lingkungan sekitarnya menjadi lebih sehat dan bersih.
2. Melibatkan bank sampah dalam program Bus Suroboyo
Saat ini warga yang hendak menumpang Bus Suroboyo hanya bisa menukar sampah botol plastiknya di Terminal Purabaya dan Rajawali. Apabila bank-bank sampah di seluruh Surabaya dilibatkan tentu tidak akan terjadi penumpukan sampah plastik. Bayangkan jika warga bisa menukar stiker untuk naik Bus Suroboyo di bank sampah terdekat. Sampah juga bisa diolah warga setempat.
Selama ini aplikasi Gobis dari Bus Suroboyo hanya untuk memantau waktu dan rute bus yang bakal lewat di halte terdekat. Manfaatkan saja sekaligus aplikasi ini, untuk menyetor sampah plastik.
Bayangan saya, sewaktu calon penumpang mau menggunakan Bus Suroboyo, dia juga bisa mengetahui bank sampah yang terdekat dengan posisinya, atau terdekat dengan lingkungan tempat tinggalnya. Dengan demikian, warga juga berkontribusi dalam pemilahan sampah di lingkungannya. Jadi ada opsi lain selain menyetor sampah plastik ke kondektur bus dan terminal. Ketika penumpang menukar sampah dengan stiker di bank sampah, dia tidak harus menggunakan stikernya untuk naik Bus Suroboyo saat itu juga. Penumpang bisa menggunakannya pada hari yang berbeda.
4. Ada sistem pertukaran informasi di antara pengelola bank sampah dengan pemerintah selaku pembina
Sistem informasi ini bisa memudahkan komunikasi di antara pengelola bank sampah se-kota Surabaya. Mereka bisa saling menginformasikan berapa jumlah sampah yang terkumpul berikut jenis sampahnya. Kemudian sampah apa yang bisa diubah menjadi barang bernilai ekonomis oleh warga, sampah mana yang tidak bisa. Sampah mana yang bisa disetor ke instansi terkait untuk digunakan sebagai bahan material pembangunan. Omong-omong, Singapura memanfaatkan sampah sebagai salah satu bahan material untuk memperluas daratannya atau membuat daratan baru. Tonton videonya di sini.
5. Kerja sama dengan sistem uang digital semacam Ovo dan Go-pay
Tiap kali saya naik Bus Suroboyo, sering bertemu ibu-ibu yang mengajak anak-anaknya--biasanya masih kecil--untuk berjalan-jalan. Nah, sayangnya mereka ini ternyata tidak mengunduh aplikasi Bus Suroboyo untuk melihat waktu kedatangan bus atau mencari bus terdekat. Alasannya sederhana, gaptek (gagap teknologi) dan nggak mau ribet, serta sistem memori ponsel tak memungkinkan mengunduh terlalu banyak aplikasi.
Mereka memilih menunggu dengan cara sederhana non-daring alias duduk-duduk di halte. Padahal, para ibu biasanya yang berperan paling besar dalam urusan rumah tangga. Mereka punya peran besar untuk mempengaruhi sebuah keluarga, dalam hal ini untuk belajar memilah sampah mulai dari rumah tangga. Lalu bagaimana cara membuat para ibu ini tertarik menggunakan aplikasi tersebut?
Perempuan biasanya suka belanja. Alangkah menariknya apabila sampah tak hanya bisa ditukar dengan stiker naik Bus Suroboyo gratis, tapi juga bisa ditukar nominal uang berbentuk digital seperti Ovo dan Go-pay. Uang digital ini bisa digunakan untuk belanja di toko-toko seperti Indomaret dan Alfamaret. Sama halnya dengan rekening bank sampah yang selama ini sudah berjalan, hanya saja ini berbentuk uang digital.
*
Masalah sampah memang belum selesai dengan kelima hal di atas. Penanganan sampah membutuhkan kerja sama banyak pihak, termasuk pemerintah dan warga kota. Dalam hal program Bus Suroboyo misalnya, terlihat sinergi antara Dinas Perhubungan dengan Dinas Kebersihan, serta warga selaku penyetor sampah plastik.
Berita paus sperma yang terdampar di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, 18 November 2018 lalu masih terekam dalam ingatan. Paus sepanjang 9,5 meter dan selebar 1,85 meter tersebut mati dalam keadaan mengenaskan, menelan sebanyak 5,9 kilogram sampah plastik. Apabila tak dicegah dan ditangani, tak hanya merusak ekosistem laut. Laut dipenuhi plastik, bumi berubah menjadi tempat sampah raksasa. Apalagi, Indonesia merupakan negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia, yakni sebanyak 3,21 juta metrik ton per tahun.
Yuk, dimulai dari kita sendiri.
Nieke Indrietta
Tulisan ini merupakan salah satu pemenang lomba blog yang diadakan majalah Info Komputer:
Tulisan saya lainnya yang juga menarik:
Bus Suroboyo dan Sampah Plastik
My ID is Gangnam Beauty: Antara Kecantikan, Jati Diri, dan Operasi Plastik
Crazy Rich Asians (Wannabe) dan Kelas Menengah Ngehek
Kuliner Jogja: Lezatnya Rujak Es Krim Pak Nardi di Pakualaman
*
Aplikasi Penanganan Sampah
Khayalan saya soal adanya aplikasi khusus penanganan sampah justru muncul setelah merasakan layanan Bus Suroboyo. Ini adalah bus yang penumpangnya tidak membayar tapi menyetor sampah botol plastik sebagai pengganti uang. Asyik ya? Untuk botol plastik besar ukuran 1 liter, satu orang menyetor tiga buah. Sebanyak lima buah botol apabila ukuran sedang per orang. Apabila minuman kemasan berbentuk gelas, jumlahnya harus 10 buah.
Dinas Perhubungan sebagai pelaksana program memang bukan pihak yang kemudian menangani sampah yang disetor warga. Sampah botol plastik itu nantinya disetorkan ke dinas dan lembaga terkait. Tapi rasanya tidak ada salahnya menumpang program Bus Suroboyo untuk sosialisasi memilah sampah, khususnya sampah plastik.
Dinas Perhubungan sebagai pelaksana program memang bukan pihak yang kemudian menangani sampah yang disetor warga. Sampah botol plastik itu nantinya disetorkan ke dinas dan lembaga terkait. Tapi rasanya tidak ada salahnya menumpang program Bus Suroboyo untuk sosialisasi memilah sampah, khususnya sampah plastik.
Respon masyarakat atas Bus Suroboyo juga bagus. Animo warga terlihat pada puncaknya pada hari libur dan akhir pekan. Sabtu dan Minggu, orang rela mengantre demi naik Bus Suroboyo, baik bus reguler maupun yang tingkat. Tak hanya untuk jalan-jalan di hari libur, pada hari biasa juga banyak yang memanfaatkan transportasi itu. Nah, jika satu bus reguler mengangkut 67 penumpang, kalikan dengan jumlah sampah yang disetorkan. Pada bulan Juli lalu, rata-rata penumpang bisa mencapai 2.000 orang dalam sehari. Bayangkan betapa banyaknya sampah plastik yang terkumpul.
Kartu setor sampah untuk naik Bus Suroboyo. @katanieke |
Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain:
1. Menambah jumlah bank sampah di seluruh penjuru kota Surabaya
Keberadaan bank sampah tak hanya mengatasi permasalahan soal sampah, tapi juga bisa memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Warga tak hanya jadi bisa memilah sampah, tapi juga mengolah sampah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis. Keberadaan bank sampah juga bisa membuat lingkungan sekitarnya menjadi lebih sehat dan bersih.
2. Melibatkan bank sampah dalam program Bus Suroboyo
Saat ini warga yang hendak menumpang Bus Suroboyo hanya bisa menukar sampah botol plastiknya di Terminal Purabaya dan Rajawali. Apabila bank-bank sampah di seluruh Surabaya dilibatkan tentu tidak akan terjadi penumpukan sampah plastik. Bayangkan jika warga bisa menukar stiker untuk naik Bus Suroboyo di bank sampah terdekat. Sampah juga bisa diolah warga setempat.
Aplikasi Gobis bisa diunduh di Playstore. @katanieke |
Bayangan saya, sewaktu calon penumpang mau menggunakan Bus Suroboyo, dia juga bisa mengetahui bank sampah yang terdekat dengan posisinya, atau terdekat dengan lingkungan tempat tinggalnya. Dengan demikian, warga juga berkontribusi dalam pemilahan sampah di lingkungannya. Jadi ada opsi lain selain menyetor sampah plastik ke kondektur bus dan terminal. Ketika penumpang menukar sampah dengan stiker di bank sampah, dia tidak harus menggunakan stikernya untuk naik Bus Suroboyo saat itu juga. Penumpang bisa menggunakannya pada hari yang berbeda.
4. Ada sistem pertukaran informasi di antara pengelola bank sampah dengan pemerintah selaku pembina
Sistem informasi ini bisa memudahkan komunikasi di antara pengelola bank sampah se-kota Surabaya. Mereka bisa saling menginformasikan berapa jumlah sampah yang terkumpul berikut jenis sampahnya. Kemudian sampah apa yang bisa diubah menjadi barang bernilai ekonomis oleh warga, sampah mana yang tidak bisa. Sampah mana yang bisa disetor ke instansi terkait untuk digunakan sebagai bahan material pembangunan. Omong-omong, Singapura memanfaatkan sampah sebagai salah satu bahan material untuk memperluas daratannya atau membuat daratan baru. Tonton videonya di sini.
5. Kerja sama dengan sistem uang digital semacam Ovo dan Go-pay
Tiap kali saya naik Bus Suroboyo, sering bertemu ibu-ibu yang mengajak anak-anaknya--biasanya masih kecil--untuk berjalan-jalan. Nah, sayangnya mereka ini ternyata tidak mengunduh aplikasi Bus Suroboyo untuk melihat waktu kedatangan bus atau mencari bus terdekat. Alasannya sederhana, gaptek (gagap teknologi) dan nggak mau ribet, serta sistem memori ponsel tak memungkinkan mengunduh terlalu banyak aplikasi.
Calon penumpang Bus Suroboyo menunggu di Halte Rajawali, Surabaya. @katanieke |
Aplikasi Gobis di layar ponsel. @katanieke |
Mereka memilih menunggu dengan cara sederhana non-daring alias duduk-duduk di halte. Padahal, para ibu biasanya yang berperan paling besar dalam urusan rumah tangga. Mereka punya peran besar untuk mempengaruhi sebuah keluarga, dalam hal ini untuk belajar memilah sampah mulai dari rumah tangga. Lalu bagaimana cara membuat para ibu ini tertarik menggunakan aplikasi tersebut?
Warga menyetor sampah plastik di Halte Rajawali untuk ditukar dengan stiker naik Bus Suroboyo. |
*
Masalah sampah memang belum selesai dengan kelima hal di atas. Penanganan sampah membutuhkan kerja sama banyak pihak, termasuk pemerintah dan warga kota. Dalam hal program Bus Suroboyo misalnya, terlihat sinergi antara Dinas Perhubungan dengan Dinas Kebersihan, serta warga selaku penyetor sampah plastik.
Berita paus sperma yang terdampar di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, 18 November 2018 lalu masih terekam dalam ingatan. Paus sepanjang 9,5 meter dan selebar 1,85 meter tersebut mati dalam keadaan mengenaskan, menelan sebanyak 5,9 kilogram sampah plastik. Apabila tak dicegah dan ditangani, tak hanya merusak ekosistem laut. Laut dipenuhi plastik, bumi berubah menjadi tempat sampah raksasa. Apalagi, Indonesia merupakan negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia, yakni sebanyak 3,21 juta metrik ton per tahun.
Yuk, dimulai dari kita sendiri.
Nieke Indrietta
Tempat sampah di Taman Bungkul. @katanieke |
Tulisan ini merupakan salah satu pemenang lomba blog yang diadakan majalah Info Komputer:
Tulisan saya lainnya yang juga menarik:
Bus Suroboyo dan Sampah Plastik
My ID is Gangnam Beauty: Antara Kecantikan, Jati Diri, dan Operasi Plastik
Crazy Rich Asians (Wannabe) dan Kelas Menengah Ngehek
Kuliner Jogja: Lezatnya Rujak Es Krim Pak Nardi di Pakualaman