Sumber foto: IMDB |
David Kim menelusuri jejak putrinya lewat internet dan media sosial. Dari situlah, perlahan ia menyadari apa yang sedang dihadapi putri semata wayangnya. Ketika ia menghubungi satu per satu teman putrinya melalui media sosial, tak satupun mengaku teman akrab Margot. Mereka mengaku hanya sekadar teman belajar satu kelompok, teman di media sosial, teman hanya karena ortunya berteman, sekadar kenal. Namun begitu kasus menghilangnya Margot diekspos media massa, semua mendadak
Beberapa dari mereka membuat tayangan atau mengunggah status di media sosial soal Margot. Tak satupun yang membantu ayah Margot yang sedang kebingungan. Hanya berupa aksi di media sosial, tapi viral. Lalu publik yang tak tahu apa-apa memberikan jempol dan emoticon hati untuk mereka. Sementara David yang pontang-panting malah dihujat dan dihakimi netizen sebagai ayah yang gagal.
Saat menonton adegan ini, saya berpikir, "Kok ini relevan banget ya dengan kehidupan kita masa kini?" Saya juga menginstropeksi diri sendiri, jangan-jangan saya pernah begitu. Dih… jadi mikir berat. Hahahahaha.
(Psst… tapi film ini keren banget bikin kita bertanya-tanya sepanjang waktu, siapa sebenarnya yang menculik Margot.)
Barangkali kita bisa bertanya hal-hal seperti ini pada diri sendiri:
- Ketika ada temanmu di media sosial--Facebook misalnya--yang kehilangan seseorang, sakit, atau mengalami masalah lalu menulis di Facebook. Apakah kita hanya menulis di kolom komentar, atau menulis komentar tapi kemudian menelpon, mengirim pesan japri ke ponselnya atau mengunjunginya?
- Ketika ada seorang teman di media sosial kemudian meninggal. Apakah menulis status tentang dia dengan harapan diberi like banyak orang?
- Ketika ada suatu kasus dan diberitakan, apakah kita menulis di kolom komentar artikel tersebut dan menghakimi subyek-subyek di dalam berita? Atau mendingan mengikuti beritanya dari berbagai sumber kredibel?
- Apakah kita langsung mempercayai informasi di media sosial tanpa memeriksa faktanya terlebih dulu?
- Apakah kamu benar-benar mengenal teman-temanmu di media sosial?
- Apakah pertemanan di media sosial itu palsu?
Pertemanan Palsu vs Nyata
Saya iseng membuat kuis di Instagram dengan pertanyaan ini: Apakah pertemanan di media sosial itu palsu? Semua menjawab, tidak. Ini benar. Media sosial memang punya dua sisi, bisa baik dan buruk. Tapi jika jatuh pada pertanyaan terakhir, tanpa media sosial pun kita bisa terjebak dalam pertemanan palsu. Dan kalau nonton film Searching pun, kita juga akan menemukan jawaban serupa.
Ada teman-teman Margot yang di dunia nyata yang mengaku-ngaku sahabat di kala kasus hilangnya Margot menjadi perhatian media massa. Upaya mengaku-ngaku itu supaya kadar eksistensi diri mereka terkatrol. Istilah zaman sekarang: social climber. Tukang panjat status sosial.
Sama seperti pertemanan palsu, untuk jadi tukang panjat status sosial pun nggak harus lewat dunia maya, di dunia nyata juga ada. Barangkali kalian pernah mengalami beberapa kejadian seperti ini:
- Ada teman yang (kelihatannya) baik banget, belakangan kamu tahu kalau di belakangmu dia sering menjelek-jelekkan atau menggosipkan dirimu. Ya itu makanya, ada yang bilang, hati-hati sama orang yang sering bergunjing tentang orang lain ke kamu. Karena dia pasti melakukan hal yang sama di belakang kamu.
- Orang yang rajin memberi hadiah, bawakan makanan, ternyata hanya untuk membuat kamu terkesan. Kalau sudah nggak butuh kamu, ya sudah. Atau, berbicara jelek di belakangmu. Ya bukan berarti semua orang yang seperti ini jelek ya. Kalau pengalaman saya sih, ada yang memang beneran tulus. Ada juga yang baik kalau ada maunya aja atau karena kamu punya jabatan tertentu.
- Hanya karena sering bersama, pergi bareng, nongkrong, foto bersama atau wefie dengan sekelompok teman, tak berarti mereka menganggap kita sahabat. Hal yang sebaliknya bisa terjadi.
- Atau mungkin, ada cowok/cewek yang di luaran sana mengaku-ngaku punya hubungan spesial dengan kamu. Melempar gosip dan menikmatinya. Padahal, mungkin dia nyamperin kamu aja nggak berani, hihihi.
Plot Twist
Film Searching punya akhir yang nggak tertebak. Uhm… sebenarnya saya sudah curiga pelakunya sejak awal sih. Tapi nggak mau nulis di sini, ah. Ntar jadi spoiler.
Searching mendapat pujian dari para kritikus film dan meraih beberapa penghargaan di Sundance Film Festival. Buat saya sih, Searching nggak cuma bikin mikir di dalam gedung bioskop. Pun ketika saya kembali dalam kehidupan nyata. (Tsaaaah… filsuf banget).
*
Searching (2018)
Sutradara : Aneesh Chaganty
Penulis : Aneesh Chaganty, Sev Ohanian
Pemeran : John Cho, Debra Messing, Joseph Lee
Penulis : Aneesh Chaganty, Sev Ohanian
Pemeran : John Cho, Debra Messing, Joseph Lee
***
Tulisan lain soal film dan review film klik di sini.
Hikss.. Sedih ya.. Yang terlihat seolah-olah dekat di dunia maya, ternyata di dunia nyata enggak. Banyak yang begini kayaknya :(
BalasHapusTapi banyak juga yang menemukan sahabat-sahabat baru dari dunia maya :')
salut sama ayahnya ya, ngerti gawai. Ortu zaman now belio ini.
BalasHapusSaya juga curiga pelakunya karena sebelumnya banyak review yg bilang, pelakunya gak nyangka yang itu.. langsung dong pas nonton saya nebak yang "itu" hihihii
Wah ini menarik banget, aku sendiri ngulas dikit film ini dari sisi parenting, ternyata kalo dari sisi pertemanan di dunia maya juga seru ya. Aku juga mikir zaman sekarang apa-apa diunggah ke sosial media, kadang lupa dipikirin sebab-akibatnya. Punya teman IRL juga penting banget sih, si Margot ini emang pendiam gara-gara latar belakang keluarga juga sih ya
BalasHapus